Ousmane Dembele dan Cerita Kebangkitan Spektakuler: dari Enfant Terrible Menjadi Pemenang Ballon d’Or

Dembele kini berusia 28 tahun, dan musim lalu ia mencatat 35 gol serta 16 assist dalam 53 laga untuk PSG. Statistik itu semakin berharga karena dicetak di momen-momen besar: gol di Anfield, kontribusi di Emirates, hingga perannya dalam perjalanan PSG menyingkirkan seluruh wakil Premier League dari Liga Champions.

Perubahan besar datang ketika Luis Enrique mengubah posisinya menjadi penyerang tengah. Dari semula winger penuh improvisasi, Dembele kini tampil lebih disiplin, lebih klinis, dan lebih haus kerja keras.

Etos kerja Dembele untuk tim Luis Enrique benar-benar istimewa, selain gol dan kejayaannya. Dia telah naik kelas ke level baru. 

Lihat saja kemampuan Dembele untuk melompat dari jarak enam yard seperti yang ia lakukan di Anfield. Ia turun ke dalam untuk memicu gerakan menyapu yang berakhir dengan menggiring bola melewati David Raya di Emirates.

Dembele tampil di ruang yang dibenci para bek, dan terus mengganggu mereka saat menguasai bola.

Meski Dembele tidak mencetak gol dalam kemenangan telak 5-0 atas Inter Milan pada final Liga Champions di Munich, ia telah melakukan cukup banyak hal untuk membenarkan semua pujian.

Saat dibeli PSG dari Barcelona pada Agustus 2023 dengan harga £43,3 juta (Rp974,3 miliar). Transfer itu dianggap pertanda betapa rendah nilai pasarnya jatuh.

Enam tahun sebelumnya, ia bergabung ke Barcelona dari Dortmund dalam kesepakatan yang bernilai hingga £123 juta (Rp2,76 miliar).

Namun, ia hanya mencetak 40 gol dalam 185 pertandingan untuk klub Catalan. 

Serangkaian cedera memicu pertanyaan mengenai sikapnya. Bahkan pada musim pertamanya di Paris, ia dituduh mengutamakan dirinya sendiri di atas orang lain.

Cedera, performa angin-anginan, hingga tudingan egois menempel kuat. Bahkan, musim lalu Enrique sempat mencoretnya di laga Liga Champions karena dianggap tak menghargai rekan setim.

Momen itu justru jadi titik balik. Enrique memberi peran baru, Dembele merespons dengan sikap dan kerja keras. Kini, ia bukan sekadar pencetak gol, tetapi juga motor pressing PSG.

Percikan api itu menyulut semangat. Pelatih memindahkannya ke peran sentral sebagai ujung tombak dan semuanya berubah.

“Sekarang saya bermain di posisi yang memungkinkan saya berada di depan gawang, jadi saya hanya perlu mengonversi peluang, yang tidak mudah, tetapi saya sering kali berada di posisi yang tepat. Saya masih menggunakan kemampuan alami saya, dan itu membuahkan hasil," tutur Dembele. 

Keberhasilan Dembele bahkan jadi bahan pembelajaran. Manajer Liverpool, Arne Slot, menyebut pemain barunya, Alexander Isak, bisa mencontoh gaya bermain Dembele.

“Semua orang fokus pada gol PSG, tapi yang mengesankan justru cara mereka menekan,” kata Slot, menyinggung kontribusi Dembele di luar angka statistik.

"Ousmane Dembele adalah contoh luar biasa dari hal itu, dengan permainan menekannya. Itulah mengapa saya ingin Alexander melakukan tekanan seperti itu."

Ironisnya, saat Dembele meraih momen terbesar dalam kariernya, rekan-rekan PSG justru tak bisa hadir karena harus bertanding di laga tunda melawan Marseille, yang malah berakhir dengan kekalahan 0-1.

Tetapi malam itu, sorotan tak berpindah. Dari enfant terrible menjadi Ballon d’Or winner, kisah Dembele kini resmi menjadi cerita kebangkitan spektakuler sepak bola modern.

Sumber: The Sun