5 Pesepak Bola Paling Diremehkan: Nasib Apes Para Pemain Bintang

Franck Ribery tetap bersikeras bahwa seharusnya memenangi Ballon d’Or 2013. Tahun itu ia menginspirasi Bayern Munchen untuk memenangkan Liga Champions.

Namun, penghargaan itu justru jatuh ke tangan Cristiano Ronaldo. Meskipun beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai pemain mewah di awal kariernya, ia tampil konsisten di Bayern.

Bisa dibilang, musim terbaiknya adalah pada 2013, ketika ia menjadi alasan utama Bayern memenangkan treble juara Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions.

Musim itu terjadi ketika Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo berada di puncak performa mereka.

Namun, meskipun dianggap sebagai pemain bagus, Ribery tidak sering dinilai setinggi bakat dan prestasinya di dunia sepak bola.

Robert Prosinecki adalah bagian dari tim Yugoslavia yang menjuarai Piala Dunia U-20 1987.

Ia juga merupakan pemain kunci di tim Red Star Belgrade yang luar biasa yang memenangkan Piala Eropa pada 1991.

Memukau dalam penguasaan bola dan sangat berbakat dalam bola mati, Prosinecki menarik perhatian klub-klub terbesar dunia.

Ia bermain untuk Real Madrid dan Barcelona, ​​tetapi keduanya tidak sepenuhnya menunjukkan kecemerlangannya yang sesungguhnya selama berkarier di La Liga.

Prosinecki seringkali menyimpan bakatnya untuk pentas internasional. Setelah Kroasia mendeklarasikan kemerdekaan, ia menjadi bagian penting dari tim yang finis ketiga di Piala Dunia 1998.

Di kemudian hari, ia bahkan sempat bermain untuk Portsmouth. Para penggemar klub pesisir selatan tersebut sering menempatkannya sebagai pemain favorit mereka sepanjang masa.

Dani Carvajal sering digambarkan sebagai pemain yang tangguh atau dapat diandalkan. Deskripsi ini selalu terdengar agak pesimistis untuk pemain Spanyol yang kini telah meraih enam medali juara Liga Champions.

Meskipun dianggap sebagai salah satu bek kanan terhebat sepanjang masa di Liga Champions, rasanya hal itu semata-mata karena perolehan medalinya, bukan kemampuannya.

Real Madrid telah memiliki nama-nama bintang di tim mereka selama bertahun-tahun, sehingga pemain yang tampil gemilang tidak selalu diperhatikan.

Namun, dengan banyaknya pemain yang memiliki bakat menyerang di tim, sangat penting bagi mereka untuk memiliki seseorang yang mampu bertahan.

Carvajal telah membuktikan dirinya sebagai pesaing tangguh yang mampu mengatasi tekanan dari salah satu klub terbesar di dunia.

Thomas Muller tak hanya masuk dalam 20 pencetak gol terbanyak sepanjang masa Liga Champions, tetapi juga memiliki jumlah assist yang sama di kompetisi klub papan atas Eropa tersebut dengan Xavi.

Dengan mempertimbangkan gol dan assist tersebut, Muller tidak mendapatkan apresiasi yang layak.

Pemain Jerman ini memiliki lebih banyak assist di Liga Champions daripada Andres Iniesta, Cesc Fabregas, dan Luis Suarez. ia memiliki lebih banyak gol daripada Thierry Henry, Didier Drogba, dan Neymar.

Ia juga, tentu saja, merupakan bagian dari tim Jerman yang memenangkan Piala Dunia 2014. Namun, ia sendiri merendahkan dirinya sendiri ketika menggambarkan kemampuannya. 

"Aku tahu setiap gol punya nilai yang sama, selalu satu. Aku juga tahu kalau cuma gol-gol indah yang kuambil, aku nggak akan punya banyak gol."

Michael Laudrup secara luas dianggap sebagai pemain Denmark terbaik sepanjang masa. Namun, ia tidak selalu mendapatkan pengakuan penuh, mungkin bakatnya yang tak terbantahkan memang pantas.

Ia terkadang tampil gemilang untuk Denmark dan juga sangat berjasa bagi klubnya. Ia merupakan bagian penting dari tim Barcelona yang, di bawah Johan Cruyff, memenangi Piala Eropa 1992.

Setelah berselisih dengan legenda Belanda tersebut, Laudrup kemudian melakukan kepindahan yang sangat kontroversial ke Real Madrid.

Di ibu kota Spanyol, ia menunjukkan gaya bermainnya dan membawa Madrid meraih gelar La Liga pertama mereka dalam lima tahun. Beberapa orang di dunia sepak bola memang mengakui kecemerlangannya.

Mereka memang sangat mengagumi Laudrup. Hal itu terbukti ketika Franz Beckenbauer menggambarkan sang maestro Denmark. 

“Pele adalah yang terbaik di tahun 60-an, Cruyff di tahun 70-an, Maradona di tahun 80-an, dan Laudrup di tahun 90-an.”

Sumber: Givemesport