Drama Transfer Alexander Isak dan Hojlund: Antara Loyalitas dan Kepentingan Klub

Rasmus Hojlund hingga saat ini tetap teguh ingin bertahan sebagai pemain Manchester United, meskipun klubnya sejak awal musim panas rela untuk membuka tawaran kepadanya, meskipun ada minat besar dari klub besar seperti Milan dan Inter, dan meskipun sudah ada kesepakatan €76,5 juta untuk mendatangkan Benjamin Sesko sebagai penggantinya.

Dalam tur pramusim United ke Amerika Serikat, Hojlund bermain dua kali, mencetak satu gol, dan bahkan mendapat pujian dari manajernya, Ruben Amorim. Pada malam yang sama, sang striker juga menegaskan bahwa dia tidak akan pergi ke mana-mana, apapun yang terjadi.

Tetapi tekad itu akan diuji kini, setelah Hojlund tidak masuk dalam skuad pertandingan pembuka United melawan Arsenal. Dia tak mendapat tempat, meski Sesko hanya siap sebagai pemain cadangan saat kekalahan 0-1 itu terjadi.

Dia bukan bagian dari ‘tim bom’ yang disebut Amorim, yang terdiri dari Alejandro Garnacho, Antony, Jadon Sancho, dan Tyrell Malacia, yang selama musim panas hampir sepenuhnya dipisahkan dari tim utama. Klaim MU bahwa para pemain ini meminta untuk pergi juga dibantah oleh beberapa pihak.

Pendekatan klub terhadap pemain yang tidak diinginkan ini, termasuk Marcus Rashford hingga dia akhirnya pindah pinjaman ke Barcelona, bukanlah contoh terbaik bagaimana mendapatkan nilai dari pasar transfer. Hanya Rashford yang pergi, dan itu pun hanya pinjaman.

Musim panas ini, saat manajemen Old Trafford seharusnya memperbaiki catatan penjualan pemain yang biasa-biasa saja, belum ada satu pun pemain yang dilepas secara permanen, sebagian karena tidak ada klub yang buru-buru membeli aset yang nilainya terus menurun.

Ini adalah gambaran paling murni dari kekuasaan klub atas pemainnya. Karier mereka di Old Trafford bisa dianggap hampir selesai, meskipun Amorim mengatakan keempat pemain tadi bisa kembali jika masih berada di klub saat jendela transfer ditutup 1 September.

Lagipula, ketika klub mengumumkan mereka akan melatih para pemain itu terpisah dari skuad utama, dikatakan bahwa klub akan membangun tim pemain yang “sepenuhnya fokus menantang gelar terbesar bersama Manchester United.”

Hojlund mungkin sekarang merasa skeptis dengan kata-kata itu. Dia bisa saja didorong pergi lebih cepat daripada pemain yang kita diberitahu memang ingin pergi. Tapi pada akhirnya, United berhak melepas pemain yang dianggap tidak dibutuhkan.

Itulah sepak bola. Bukan cuma permainannya, tapi industri tanpa ampun yang mengelilinginya. Kekuatan lebih ada di tangan klub, sementara pemain tunduk pada kehendak majikannya, meski mereka dihargai dengan bayaran tinggi di level tertinggi.

Klub juga saling menunjukkan dominasi satu sama lain dalam skala menurun. Semakin tinggi posisi klub, semakin menguntungkan posisinya, tapi hanya sedikit klub yang bisa menguasai hampir semua lainnya. Musim panas ini, dan khususnya saga Isak, menjadi pelajaran keras bagi Newcastle soal hal ini.

Ini adalah hukum rimba. Namun Newcastle pernah memanfaatkan keuntungan serupa demi kepentingannya sendiri saat mengejar Yoane Wissa, yang melewatkan pertandingan pertama Brentford karena ketidakpastian nasibnya.

Bukan berarti Liverpool, tujuan pilihan Isak, adalah predator puncak di ekosistem ini, seperti yang terlihat dari kasus Trent Alexander-Arnold. Di luar puncak tertinggi, yang mungkin hanya bisa diakses oleh Florentino Perez di kantor Real Madrid, tak ada solusi sempurna, hanya pilihan yang harus dibuat.

Jadi, meskipun Newcastle dan Brentford tidak bisa dipaksa untuk menjual, ada konsekuensi jika mereka menolak: mempertahankan pemain yang tidak betah, tanpa janji rekonsiliasi dan reintegrasi, dengan risiko nilai transfer paling mahalnya menurun selama masa absen, sehingga merugi jutaan.

Begitu pula Hojlund tidak bisa dipaksa bergabung dengan klub lain, tapi dia harus menerima konsekuensi pilihannya: minim waktu bermain di usia belum matang, tanpa jaminan bisa kembali ke tim utama, dan kemungkinan kariernya terhenti hingga Januari atau musim panas depan.

Jika dipikir-pikir seperti ini, dalam situasi Newcastle, Brentford, atau Hojlund, nyaris tak ada pilihan sebenarnya. Begitu juga bagi Isak dan Wissa.

Tak akan mengejutkan jika semua ini berakhir dengan Isak meninggalkan Newcastle, Wissa meninggalkan Brentford, dan Hojlund pergi dari Manchester United. Namun setiap pihak dalam pasar transfer, baik itu ratu, benteng, atau pion, harus melindungi dan memaksimalkan kepentingannya masing-masing sejauh mungkin, karena itulah tuntutan pasar.