Virgil van Dijk Kini Hanya Bayangan dari Keagungannya Dulu

Van Dijk pun mulai kehilangan aura tak terkalahkan yang ia bawa sejak dibeli dari Southampton senilai 75 juta paun pada Januari 2018.

Performanya makin terpuruk dengan pasangan di lini belakang, Ibrahima Konate, yang menurun, serta Milos Kerkez yang belum menyesuaikan diri di posisi bek kiri.

Namun, Van Dijk juga tampil mengecewakan, terbukti dari handball panik yang membuat penalti bagi PSV Eindhoven dalam kekalahan berat di Liga Champions di Anfield.

Kekeliruan Van Dijk terlihat jelas pada menit ke-67 saat Chemsdine Talbi membawa Sunderland unggul, setelah Van Dijk kehilangan bola dan menoleh membelakangi tendangan jarak 25 yard yang mengenai dirinya dan lolos dari jangkauan Alisson.

Bagi bek sekelas Van Dijk, kebiasaan menoleh membelakangi bola seperti ini sangat jarang terjadi, tetapi kali ini merugikan Liverpool.

"Van Dijk memberi bola begitu saja lalu mundur. Itu keputusan yang salah. Dia seharusnya mendekati bola. Ketika dia tidak mengambil keputusan, tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan," ujar Steph Houghton, mantan kapten Timnas Inggris, kepada BBC Radio 5 Live.

Mantan gelandang Liverpool, Jamie Redknapp, menambahkan kritiknya di Sky Sports.

"Musim lalu Van Dijk hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Setiap laga dia dominan, tapi sekarang dia membuat kesalahan dan ragu-ragu," kata Redknapp.

Meski begitu, seorang pemain sekelas Van Dijk tak boleh dipandang sebelah mata, setelah membawa Liverpool menjuarai dua Premier League, Liga Champions, FA Cup, dan dua EFL Cup.

Namun, musim ini, Van Dijk terlihat jauh dari penampilan dominan biasanya, dengan catatan pemulihan terburuk per laga sepanjang kariernya di Liverpool, serta penurunan jumlah tekel dan intersep dibanding musim sebelumnya.

Selain itu, kepemimpinan yang seharusnya menjadi satu di antara atribut Van Dijk juga tampak hilang. Tidak ada sosok yang bisa menginspirasi tim yang tampak tersesat untuk mengendalikan pertandingan.

Penampilan buruk Van Dijk, yang bahkan harus dipasang sebagai striker darurat, menjadi simbol dari performa medioker Liverpool, membuat kemenangan Minggu lalu atas West Ham terasa lebih sebagai pengecualian daripada norma.

Slot menurunkan tim yang sama, yang sempat mengakhiri rangkaian sembilan kekalahan dalam 12 laga di London Stadium, sementara Salah sekali lagi hanya menonton dari bangku cadangan.

Pemain Mesir itu baru masuk di awal babak kedua, tetapi inspirasi yang diharapkan tak kunjung datang, dengan Alexander Isak juga tampil anonim setelah mencetak gol liga pertamanya untuk Liverpool pada laga Minggu sebelumnya.

Tekanan Slot bisa lebih berat jika tendangan Florian Wirtz pada menit ke-81 tidak membentur Nordi Mukiele hingga gol bunuh diri yang memberikan kesempatan bagi Liverpool mengejar hasil.

Drama akhir laga justru terjadi di gawang sendiri: Liverpool hanya terhindar dari kekalahan saat Federico Chiesa melakukan lari penyelamatan luar biasa dan menepis tembakan pengganti Sunderland, Wilson Isidor, yang telah melewati Alisson.

Slot dan para juara yang mulai memudar akhirnya harus puas dengan satu poin, dengan Alisson beruntung menepis tembakan Trai Hume yang membentur mistar di babak pertama, dan sundulan Omar Alderete yang membentur tiang di babak kedua.

Liverpool terlihat pelan, lamban, dan kehilangan ide permainan. Bahkan rally tradisional setelah gol penyama pun minim meyakinkan. Penampilan seperti ini menjadi alasan mengapa pertahanan gelar mereka runtuh.

Pujian besar tetap harus diberikan kepada Sunderland, yang menunjukkan ambisi serius di bursa transfer musim panas dan manajemen cemerlang oleh Regis le Bris. Black Cats tampil positif, percaya diri, dan berbahaya.

Sunderland kini menempati posisi keenam klasemen Premier League dengan 23 poin, dan mereka pasti kecewa gagal menambah poin lebih banyak saat meninggalkan Anfield.

Bagi Slot dan Liverpool, kini saatnya kembali ke papan gambar dan merancang strategi baru.

Sumber: BBC