Sukses


INDEF Kritik Data BPS: Penerimaan Pajak Mustinya Meningkat jika Ekonomi Tumbuh Pesat, Bukan Justru Turun

INDEF berpendapat bahwa peningkatan ekonomi seharusnya berdampak positif pada penerimaan pajak negara.

Bola.com, Jakarta - Fadhil Hassan, seorang ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan keraguan terhadap angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dilaporkan mencapai 5,12 persen pada kuartal II tahun 2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Ia menilai bahwa angka tersebut cukup mengejutkan, terutama karena berbagai indikator ekonomi utama menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang signifikan.

Dalam penjelasannya, Fadhil menyebutkan bahwa sejumlah indikator penting, seperti konsumsi rumah tangga, investasi asing langsung (FDI), serta kredit perbankan, bersama dengan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), memberikan sinyal bahwa keadaan ekonomi masih dalam tahap pemulihan yang belum optimal.

“Dari 12 indikator utama, mayoritas justru menunjukkan pelemahan pada triwulan II 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Fadhil dalam sesi webinar yang berlangsung pada Rabu (6/8).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Pajak Menurun Meski Ekonomi Berkembang

Fadhil secara khusus menggarisbawahi adanya penurunan dalam penerimaan pajak pada semester pertama tahun 2025.

Ia mencatat bahwa realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengalami penurunan dari Rp332,9 triliun pada semester I 2024 menjadi hanya Rp267,3 triliun pada periode yang sama di tahun ini.

“Seharusnya, jika pertumbuhan ekonomi benar meningkat, maka penerimaan pajak, khususnya dari sisi konsumsi seperti PPnBM, juga ikut naik,” jelasnya.

Fadhil berpendapat bahwa terdapat kontradiksi antara pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan dan penerimaan pajak yang justru menurun.

“Ini menunjukkan indikator yang bertolak belakang. Ekonomi diklaim tumbuh, tetapi penerimaan PPN dan PPnBM justru turun,” ujarnya.

Meskipun secara keseluruhan, Fadhil mencatat bahwa penerimaan bruto pada semester I 2025 tumbuh 2,3 persen menjadi Rp1.087,8 triliun, penerimaan neto justru mengalami penurunan sebesar 7 persen menjadi Rp831,3 triliun.

“Jika dilihat dari sisi penerimaan neto, tax ratio kita turun dari 8,4 persen menjadi 7,1 persen. Kalau angka Produk Domestik Bruto (PDB) memang benar meningkat, seharusnya tax ratio juga ikut naik, tapi kenyataannya justru menurun,” ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Pemerintah Diminta Transparan soal Data Pertumbuhan.

Fadhil menyoroti adanya ketidaksesuaian dalam data yang ada dan mendesak agar pemerintah meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam penyampaian informasi terkait pertumbuhan ekonomi.

Ia menegaskan, “Kalau ada kesalahan metodologis atau penggunaan basis data yang tidak tepat, ini sangat berbahaya. Karena menunjukkan kinerja perpajakan yang buruk. Seharusnya ekonomi tumbuh, tax ratio juga tumbuh. Tapi ini justru menunjukkan sebaliknya.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya akurasi data dalam menggambarkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.

Selain itu, Fadhil juga mengingatkan bahwa kesalahan dalam pengumpulan atau pencatatan data Produk Domestik Bruto (PDB) dapat berdampak negatif bagi pemerintah.

Ia menjelaskan: “Kalau data PDB salah, dampaknya langsung ke kredibilitas pemerintah. Ini berbahaya karena menunjukkan bahwa kinerja pajaknya, yang seharusnya meningkat, justru menurun.”

Dengan demikian, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa data yang disampaikan kepada publik adalah akurat dan dapat dipercaya.

  • bola
    INDEF adalah singkatan dari Institute for Development of Economics and Finance.
    Indef
  • bola
    BPS atau Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
    BPS
  • News Bolacom

Video Populer

Foto Populer