Sukses


Polemik Tunjangan Rumah Anggota DPR: Rp600 Juta Hanya untuk Kontrak Setahun

Anggota DPR menerima tunjangan Rp600 juta untuk kontrak rumah selama lima tahun.

Bola.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, akhirnya buka suara terkait kontroversi tunjangan rumah bagi anggota dewan yang nilainya mencapai Rp50 juta per bulan.

Ia menegaskan, tunjangan itu tidak diberikan selama lima tahun masa jabatan, melainkan hanya berlaku satu tahun, terhitung mulai Oktober 2024 hingga Oktober 2025.

Dengan skema tersebut, total dana yang digelontorkan mencapai Rp600 juta. Menurut Dasco, anggaran itu dipakai untuk menyewa rumah bagi anggota DPR periode 2024–2029 selama lima tahun masa kerja mereka.

"Rp50 juta itu diberikan dari Oktober 2024 sampai Oktober 2025. Dana tersebut kemudian dipakai untuk kontrak rumah selama masa jabatan lima tahun, yakni 2024 hingga 2029," ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26-8-2025).

Ia menambahkan, setelah periode itu berakhir, tidak ada lagi tunjangan rumah bagi anggota DPR.

"Mulai November 2025, tunjangan Rp50 juta itu sudah tidak ada. Penjelasan sebelumnya mungkin kurang detail sehingga menimbulkan polemik," ucapnya.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Tunjangan Dinilai Lukai Rasa Keadilan Publik

Dasco juga menyinggung soal penghasilan bersih anggota DPR. Tanpa tunjangan rumah, ia menyebut penghasilan bulanan anggota dewan tak lagi tembus Rp100 juta.

"Kalau tunjangan perumahan sudah hilang, tentu tidak sebesar itu lagi," lanjutnya. 

Kebijakan tunjangan rumah ini menuai kritik tajam dari kalangan pengamat. Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai jumlah yang besar justru melukai hati rakyat.

"Tak ada anggota DPR yang hidup susah, jadi tunjangan sebesar itu sangat tidak wajar. Justru mestinya dikurangi. Menteri Keuangan seharusnya mengikuti semangat efisiensi dan penghematan yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto," kata Iwan.

Ia bahkan memperingatkan, keputusan semacam ini bisa memicu keresahan sosial. "Bisa saja akan menimbulkan demo besar-besaran," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Sorotan Kesenjangan Sosial

Nada keberatan juga datang dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Ia menyebut tunjangan tersebut sebagai cermin nyata ketidakadilan sosial.

"Saya baca laporan BBC Online, disebutkan pendapatan anggota DPR Rp104 juta per bulan, dengan komponen terbesar dari tunjangan rumah Rp50 juta,” ungkap Said, Kamis lalu.

Menurutnya, jika dihitung dari gaji pokok dan tunjangan, pendapatan anggota DPR sekitar Rp54 juta. Ditambah fasilitas lain, totalnya bisa melampaui Rp100 juta per bulan atau setara Rp3 juta per hari.

Perbandingan itu sangat kontras dengan nasib buruh di Jakarta yang hanya mengantongi upah minimum Rp5 juta per bulan, atau sekitar Rp150 ribu per hari.

"Buruh outsourcing di Jakarta dapat Rp5 juta sebulan, hanya Rp150 ribu per hari. Sementara anggota DPR bisa Rp3 juta lebih per hari. Buruh kerja pontang-panting, DPR dapat fasilitas berlimpah," ucap Said.

Ia menilai, situasi ini memperlihatkan ketimpangan yang kian nyata, terutama ketika buruh masih berjuang menuntut kenaikan upah minimum, sementara para wakil rakyat menikmati tunjangan dan fasilitas besar di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer