Bayu Gatra, Bintang Bali United yang Besar dari Tarkam di Jember

oleh Juprianto Alexander Sianipar diperbarui 24 Sep 2015, 21:29 WIB
Lebih Dekat: Bayu Gatra (Bola.com/Samsul Hadi)

Bola.com, Jakarta - Kalem, tidak banyak bicara, dan santun. Tiga kata itulah yang pas untuk menggambarkan sosok pemain sayap lincah milik Bali United Pusam, Bayu Gatra Sanggiawan.

Selama berbincang dengan Bola.com di mes tim Serdadu Tridatu, beberapa waktu lalu, sama sekali tidak ada kesan angkuh dari Bayu. Padahal, ia merupakan salah satu pemain kunci di skuat asuhan Indra Sjafri.

Advertisement

Meski baru berusia 23 tahun, Bayu merupakan salah satu sosok yang 'dituakan' di skuat Bali United. Toh, hal tersebut tidak membuatnya tinggi hati.

"Saya tidak pernah merasa lebih hebat dari rekan setim. Apa yang diraih tim ini tentu berkat kerjasama tim," ucap Bayu dengan nada tenang.

Main Tarkam untuk Ongkos Sekolah

Pemuda kelahiran Jember, Jawa Timur, 12 November 1991 ini tidak menimba ilmu sepak bola di Sekolah Sepak Bola (SSB) seperti kebanyakan anak-anak yang menyukai sepak bola. Bayu justru belajar si kulit bundar secara otodidak.

Hasrat besarnya untuk mahir bermain sepak bola terinspirasi dari kehebatan sang ayah, Untung Supriadi. Semasa kecil, Bayu mengaku ayahnya itu adalah anutan dirinya, di dalam maupun di luar lapangan.

Bahkan, Bayu mengaku semasa kanak-kanak kerap mendengar sang ayah dieluk-elukan oleh warga di daerah tempatnya tinggal saat turun di turnamen kelas tarkam.

"Kalau untuk urusan lari, ayah saya lebih cepat dari saya. Skillnya juga tidak kalah. Bisa dibilang kami berdua punya kemiripan gaya bermain," kata Bayu menuturkan.

Begitu menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP), anak dari pasangan Untung Supriadi dan Siti Kholifah mengikuti jejak sang ayah, bermain tarkam.

Bayu punya alasan kuat dibalik keputusannya bermain tarkam di usia yang sangat muda. Ia ingin meringankan beban orang tuanya dalam membiayai sekolahnya.

"Paling tidak, kedua orang tua saya tidak perlu kasih ongkos karena saya bisa dapat uang dari tarkam. Meskipun jumlahnya memang tidak besar waktu itu tapi cukup untuk keperluan sekolah," ia mengungkapkan.

Pemain Bali United, Bayu Gatra mengontrol bola pada laga Piala Presiden melawan Persija di Stadion I Wayan Dipta, Bali, Minggu (30/8/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Dengan bakat besar yang dimilikinya, Bayu kerap mendapatkan tawaran bermain tarkam. Ia pun tidak pilih-pilih dan menerima ajakan yang datang. Bayu yang ketika itu masih berusia belasan tahun harus menghadapi pemain yang usianya lebih tua darinya.

Bermacam-macam bayaran di turnamen ini pun pernah didapatnya. Mulai dari dibayar Rp 30 ribu dalam satu pertandingan, Rp 75 ribu, hingga Rp 250 ribu.

"Yang pasti bermain di tarkam juga mengasah mental saya. Dengan postur mungil saya harus berani berduel dengan pemain yang badannya lebih besar," kata Bayu.

"Di tarkam juga seringkali ada tekel-tekel berbahaya. Saat seperti itu lebih baik saya menghindar daripada terjadi yang tidak- tidak," ia menambahkan seraya tersenyum.

Meski berpostur mungil, pemain yang mengidolai bintang Barcelona, Lionel Messi ini mengaku rajin mencetak gol saat turun di turnamen tarkam. "Maka itu, banyak yang senang melihat saya bermain. Apalagi kalau saya sudah berlari, sulit dikejar. Sebagai striker saya juga rajin mencetak gol," ujar Bayu.

Hikmah dari Cedera Parah

Setelah makan banyak asam garam di turnamen tarkam, Bayu lebih serius dalam menekuni kariernya. Ia menimba ilmu di Persid Jember dan kemudian hijrah ke Persekap Pasuruan pada 2008.

Kariernya yang mulai menanjak langsung meredup setelah ia dihantam cedera lutut parah tahun 2010 lalu. Cedera yang memaksanya absen dari lapangan hijau sekitar satu tahun.

Saat itu, diakui Bayu merupakan momen paling buruk dalam karier sepak bolanya. Pasalnya, ia harus menepi dalam waktu lama dan bayang- bayang kariernya akan hancur sempat bikin Bayu frustrasi.

Beruntung, rasa frustrasi itu tidak berlangsung lama. "Dulu saya memang bandel, jarang shalat. Saya juga sempat frustrasi tapi sekarang bisa bangkit dan tambah mendekatkan diri dengan Tuhan," ia bercerita.

"Ini juga berkat dokter (Tunjung) yang memberi motivasi kepada saya tentang agama. Sekarang bagaimana caranya saya beribadah dengan tekun, sholat yang tekun, dan shodaqoh," ia menambahkan.

Usai pulih dari cedera, karier sayap lincah Bali United ini memang terus melesat. Berawal dari kesuksesannya membawa tim sepak bola Kalimantan Timur juara di PON 2012, Persisam Samarinda (sekarang Bali United) memboyong Bayu.

Pemain Bali United, Bayu Gatra menjauhkan bola dari pemain Arema Cronus pada laga perempat final Piala Presiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (19/9/2015). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Usai dipoles Rudy Keltjes di tim PON Kaltim, performa Bayu kian mengkilap bersama Persisam yang ditukangi pelatih kawakan, Sartono Anwar. Ia dipercaya ayah dari Nova Arianto itu mengisi pos sayap kanan tim yang bermarkas di Stadion Segiri, Samarinda itu.

Sepeninggal Sartono, pelatih Putra Samarinda lainnya seperti Mundari Karya dan juga Nilmaizar tetap menempatkan Bayu sebagai pemain pilar dalam skuatnya. Berkat performa konsisten sejak berkostum Persisam tahun 2011, panggilan memperkuat Timnas U-23 dan Timnas senior pun datang.

Diakui Bayu, Rudy Keltjes dan Sartono Anwar punya peran penting dalam karier sepak bolanya. Rudy yang membina setelah Bayu pulih dari cedera, sedangkan Sartono pelatih yang memberikan kepercayaan kepada Bayu, pemuda yang kala itu baru berusia 19 tahun.

"Pak Sartono orangnya keras tapi mau mendidik saya. Sedikit demi sedikit ia kasih kepercayaan, saya bayar kepercayaan itu dengan prestasi," ia menuturkan.

Telepon Orang Tua Sebelum Bertanding

Bayu termasuk sosok yang dekat dengan kedua orang tuanya. Ia mengaku selalu menelpon ayah dan ibunya sebelum bertanding bersama klub maupun timnas. Hal itu sudah dilakukan oleh pemain sayap dengan postur 160 cm ini sejak tahun 2012 lalu.

Tidak banyak yang dibicarakan Bayu dengan kedua orang tuanya itu. Hal paling penting adalah kedua orang tuanya mendoakan dirinya dalam setiap pertandingan.

"Saat menelpon orang tua biasanya saya bicara dengan bahasa Madura. Teman-teman pun bingung apa yang saya bicarakan karena saya satu-satunya pemain yang bisa bahasa Madura ya cuma saya," ia menuturkan seraya tersenyum.

Selain menelpon orang tua, Bayu mengungkapkan tak pernah lewat menunaikan shalat dan tidak lupa membaca ayat-aya suci Al-Quran. Ketiga hal ini sudah menjadi sebuah 'ritual bagi' penggawa Timnas U-23 di SEA Games 2013 lalu.

"Setelah shalat saya baca Al-Quran, satu juz supaya dilindungi hasil, baik dan buruknya ditentukan oleh yang di Atas," ia menuturkan.

Kebiasaan yang dilakukan Bayu ini pun berdampak positif pada kariernya selepas cedera lutut parah tahun 2010 lalu. Selain tidak pernah lagi dihantam cedera parah, kariernya juga terbilang stabil.

Foto dok. Bola.com

Di Bali United, perannya sebagai penyerang sayap dalam formasi 4-3-3 juga terbilang penting. Hingga perempat final Piala Presiden, ia sudah mencetak satu gol dan berpeluang membawa Bali United lolos ke babak semifinal.

Syaratnya, Serdadu Tridatu bisa membalas kekalahan 1-2 dari Arema saat kedua tim bertemu di leg kedua perempatfinal di Stadion I Wayan Dipta, 27 September. Bali United butuh kemenangan dengan skor minimal 1-0.

"Kami akan berusaha maksimal di laga nanti. Semoga saja hasilnya sejalan dengan kerja keras kami," kata Bayu mengakhiri.

Baca juga :

Wawancara Bayu Gatra: Mengaku Didekati Klub Malaysia

Komit dengan Bali United, Bayu Gatra Tutup Pintu untuk Persebaya

Apa Kata Bayu Gatra Soal Batalnya Turnamen di Banyuwangi?