Supriadi, Bulutangkis, dan Wujudkan Impian lewat Kursi Roda

oleh Tyo Harsono diperbarui 28 Jun 2018, 08:20 WIB
Atlet WC Bulutangkis dari Jawa Tengah, Supriadi mengembalikan kok saat melawan Wiwin dari Banten pada kategori Bulutangkis WH-2 di Istora Senayan, Jakarta (27/6/2018). Supriadi menang 21-11, 21-18. (Bola.com/Nick Hanoatubun)

Bola.com, - Setiap manusia pada dasarnya memiliki mimpi. Namun, tidak semua punya keberanian untuk berjuang mewujudkan mimpinya.

Banyak orang menyerah di tengah jalan untuk mengejar impian mereka. Berbagai kendala menjadi alasan untuk berhenti mewujudkan impian mereka.

Namun, Supriadi bukan salah satu dari orang-orang tersebut. Kekurangan dan rintangan tak membuatnya menyerang. Supriadi tetap berjuang mengejar cita-citanya.

Advertisement

Akrab dengan olahraga sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Supriadi kecil bercita-cita mengharumkan nama Indonesia lewat olahraga. Kala itu, pria asal Pati, Jawa Tengah tersebut memilih bulutangkis sebagai cabang yang ditekuni.

Pilihan tersebut tidak salah, karena dia memiliki bakat bulutangkis. Akan tetapi, minat Supriadi terhadap bulutangkis mulai luntur setelah lulus dari SD.

"Saya main bulutangkis sejak SD, tetapi sempat berhenti karena pergaulan. Saat itu, saya beralih ke cabang olahraga voli," kenang Supriadi ketika ditemui Bola.com di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (27/6/2018). 

Sayang, Supriadi mengalami kecelakaan sepeda motor di kampung halamannya saat pulang bekerja pada 2005. Kecelakaan tersebut membuat Supriadi kehilangan kaki kanannya.

"Sejak 2005 saya sebenarnya belum terlalu tahu soal olahraga difabel, tetapi hanya sekadar tahu. Saya sempat bekerja di daerah Cibinong, lalu pada 2009 saya menikah, sampai 2013 menjadi tukang las dan pelan-pelan mengenal olahraga kursi roda," ujar Supriadi.

 

2 dari 4 halaman

Kursi Roda Impian

Atlet WC Bulutangkis, Wiwin berusaha menjangkau kok saat melawan Supriadi (kanan) pada kategori Bulutangkis WH-2 di Istora Senayan, Jakarta (27/6/2018). Supriadi menang 21-11, 21-18. (Bola.com/Nick Hanoatubun)

Mimpi Supriadi yang sempat terpendam kembali hadir pada medio 2013. Berawal dari ajakan sang istri untuk hijrah ke Solo, Supriadi mulai mengenal olahraga difabel, tepatnya voli duduk.

Akan tetapi, rupanya cinta lama Supriadi terhadap bulutangkis justru bersemi di Kota Budaya. Setelah sempat mencari tahu lewat internet, pria berusia 32 tahun tersebut memutuskan kembali mengangkat raket.

"Saya mulai bermain bulutangkis kursi roda pada 2016. Saat itu, saya melihat peluang bagus di bulutangkis, kebetulan skill sudah ada, tinggal diasah lagi," kata Supriadi.

"Kalau di voli, tidak butuh modal seperti basket atau bulutangkis, karena kita harus punya kursi roda khusus yang harganya cukup mahal. Tidak setiap orang mau berspekulasi untuk membeli, jadi masih jarang yang mau karena terbentur biaya," lanjutnya.

Menurut pengakuan Supriadi, kursi roda bulutangkis dijual dengan kisaran harga Rp 30 juta. Namun, karena pernah bekerja sebagai tukang las, Supriadi bisa membuat kursi roda sendiri dengan dana lebih murah.

"Kebetulan saya bisa mengelas sendiri, jadi pelan-pelan mencoba membuat kursi roda sendiri. Sejujurnya, kursi roda itu tidak bagus, tetapi kalau beli mahal," tutur Supriadi.

"Saat ini, saya sudah bergabung dengan pelatnas hingga mendapat kursi roda yang lebih baik. Kursi roda tersebut diberikan oleh NPC Indonesia," Supriadi melanjutkan.

 

3 dari 4 halaman

Perjuangan dan Tantangan

Pebulutangkis kursi roda, Supriadi. (Bola.com/Budi Prasetyo Harsono)

Meski telah mejadi atlet bulutangkis kursi roda pelatnas, Supriadi tetap harus melalui perjuangan cukup berat. Dia mengaku sempat kesulitan beradaptasi dengan bulutangkis kursi roda.

"Waktu awal mulai ada kesulitan, bertahap hingga bisa menguasai kursi roda. Sejujurnya, saya masih latihan setiap hari untuk meningkatkan kemampuan. Saya merasa masih kurang dalam hal akurasi," kata Supriadi.

"Perbedaan bulutangkis kursi roda dengan yang biasa ya, kalau di sini kekuatan semua ada di tangan. Tangan lebih harus kuat untuk itu," Supriadi menambahkan.

Selain kendala adaptasi dengan bulutangkis biasa, Supriadi juga sempat kesulitan menemukan tempat latihan. Bahkan, dia sempat menempuh jarak hingga 20 kilometer untuk latihan.

"Dulu saya bolak balik di Solo Baru, Karanganyar, Boyolali. Saya naik sepeda motor, kursi roda saya boncengin. Kurang lebih dulu saya harus menempuh jarak 20 kilometer atau satu jam perjalanan untuk latihan," kenang Supriadi.

"Sejujurnya, bulutangkis kursi roda itu ada kesulitan khusus untuk saya, yaitu lapangan untuk latihan. Mencari lawan tanding itu susah sekali. Selain itu, tidak semua lapangan mengizinkan untuk digunakan bulutangkis kursi roda karena takut rusak," lanjutnya.

Supriadi juga mengharapkan dukungan pemerintah. Pria kelahiran Pati 32 tahun lalu itu berharap dapat dibuatkan lapangan untuk bulutangkis kursi roda yang layak.

"Saya berharap ke depan pemerintah bisa menyediakan lapangan bulutangkis kursi roda bukan dari keramik lagi, tetapi lapangan kayu. Kita kan memang main di tempat seperti itu," kata Supriadi.

 

4 dari 4 halaman

Dukungan Orang-orang Terdekat

Supriadi. (Bola.com/Budi Prasetyo Harsono)

Di balik lelaki hebat, selalu ada wanita yang luar biasa. Supriadi beruntung memiliki istri yang mendukung penuh mimpinya bermain bulutangkis kursi roda.

"Istri saya memberikan dukungan penuh. Selain itu, sebagian keluarga juga mendukung mimpi saya bermain bulutangkis kursi roda," kata Supriadi.

"Saya sering bercerita ke tetangga kalau bermain bulutangkis kursi roda dan banyak yang penasaran. Saya menjelaskan dan menunjukkan video latihan. Banyak yang memberikan dukungan dari tetangga maupun teman-teman," imbuhnya.

Supriadi mengaku masih sering membantu memperbaiki kursi roda ketika ada waktu senggang. Namun, dia mengaku tidak ingin melakukan itu andai sedang latihan.

"Di sela waktu latihan, terkadang saya masih membantu teman yang butuh memperbaiki kursi roda. Namun, saya tidak mau melakukan itu ketika sedang latihan, saya tidak mau diganggu ketika latihan," ujar Supriadi.

"Saat ini, saya tidak bekerja sama sekali karena fokus bermain bulutangkis. Memperbaiki kursi roda itu hanya menolong teman," imbuh Supriadi.

Bermula dari kursi roda buatan sendiri, kini Supriadi menatap mimpi mewakili Indonesia pada Asian Para Games 2018. Keberhasilan Supriadi membutikan, mimpi masih bisa digapai meski dengan berbagai keterbatasan.