Jude Bellingham Diminta Terima Struktur Kolektif Tuchel, jika Tidak Ingin Tersingkir dari Timnas Inggris

Karier Tuchel menggambarkan dengan jelas pandangannya terhadap pemain-pemain besar. Keberadaan Neymar, Kylian Mbappe, dan Edinson Cavani di PSG tidak otomatis membuat tim itu tangguh di laga-laga penentuan Liga Champions.

Di Bayern Munchen, ia juga sempat berselisih dengan beberapa pemain kunci. Namun, di Chelsea, Tuchel justru mencapai puncak prestasi bersama tim yang mengandalkan kerja kolektif dan struktur pertahanan rapat, ketika menjuarai Liga Champions pada 2021.

Kala itu, sosok penting di lapangan bukanlah pemain dengan gaya mencolok, melainkan N'Golo Kante yang terus berlari tanpa lelah. Thiago Silva tampil sebagai profesional sejati, sementara Mason Mount menjalankan peran pressing tanpa pamrih.

Tim itu solid, disiplin, dan pantang menyerah. Itulah bentuk "persaudaraan" yang kini ingin dibangun Tuchel di tubuh Inggris.

Saat ditanya apakah keputusannya mencoret pemain-pemain kreatif sebelum laga melawan Wales adalah risiko besar, Tuchel tetap tenang. Ia percaya dengan pilihannya, dan hasilnya berbicara.

Inggris tampil menekan sejak awal, menghancurkan tim Craig Bellamy dengan gol dari Morgan Rogers, Ollie Watkins, dan Bukayo Saka hanya dalam babak pertama.

Dari sana mulai terlihat arah permainan baru Inggris. Para bek sayap kini jauh lebih aktif dan agresif membantu serangan. Kecepatan di sisi lapangan menjadi senjata utama agar Harry Kane bisa memaksimalkan perannya di Piala Dunia.

Di lini tengah, keseimbangan muncul lewat duet Declan Rice dan pemain muda Elliot Anderson yang makin matang.

"Kami mulai ke sana," kata Tuchel usai menang 3-0.

"Di laga melawan Serbia sudah terlihat seperti permainan klub, dan hari ini pun sama," imbuhnya.

Namun, pertanyaan besar muncul: siapa yang akan menempati posisi yang biasa diisi Bellingham? Morgan Rogers tampil meyakinkan di peran itu, dan Tuchel menilai tinggi sang pemain.

"Pemain yang rendah hati, kuat secara fisik… dan sangat berbakat," katanya.

Meski begitu, tentu saja Rogers belum selevel Bellingham. Semua tahu, gelandang berusia 22 tahun itu adalah satu di antara pemain terbaik di dunia, tipe yang mampu menyelamatkan tim lewat momen brilian, bahkan tendangan salto di menit terakhir ketika peluang hampir sirna.

Namun, Tuchel memandang situasi secara lebih luas. Ia tidak menutup mata bahwa pada Euro 2024, Bellingham sering bermain dengan caranya sendiri.

Tuchel tetap menyebutnya "bakat istimewa", tetapi juga menegaskan bahwa Bellingham harus menyalurkan energinya kepada lawan, bukan kepada rekan setim atau wasit.

Ia memang telah menarik kembali ucapannya yang sempat menyebut sang pemain "menjijikkan", tetapi inti pesannya tetap sama: semua pemain harus tunduk pada sistem tim.

Alasan resmi absennya Bellingham memang dikaitkan dengan pemulihan cedera bahu. Namun, Tuchel tidak menutup-nutupi maksudnya. Ia menegaskan pentingnya setiap pemain untuk "menerima hierarki dalam tim".

"Pintu selalu terbuka bagi pemain dengan kualitas dan karakter terbaik untuk kembali," kata Tuchel setelah laga melawan Wales.

Namun, jika kembali, itu akan sepenuhnya di bawah ketentuan Tuchel. Tidak ada perlakuan istimewa. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan masa lalu.

Bellingham mungkin akan tetap dibawa ke Piala Dunia, tetapi Tuchel kini telah menciptakan kondisi di mana absennya sang bintang bukan lagi  hal yang mustahil.

Kuncinya sederhana: Bellingham harus bersedia mengikuti tuntutan taktik dan berhenti berusaha memenangkan turnamen seorang diri karena tim ini bukan tentang Bellingham.

"Kalau pun harus disebut, ini masih timnya Kane," tulis laporan The Guardian.

Harry Kane tetap menjadi sosok sentral, pemain yang selalu datang tepat waktu, menjalankan tugas media tanpa keluh, dan memberi teladan lewat sikap profesional.

Vincent Kompany, pelatih Kane di Bayern, pernah memuji etos kerja sang kapten di luar bola. Gol-golnya memang hal yang pasti, tetapi kontribusinya saat bertahan menjadi standar yang harus diikuti pemain lain.

Dan itulah yang diinginkan Tuchel: komitmen tanpa pamrih dan kerja kolektif tanpa ego. Ia menolak berspekulasi apakah berani menaruh Bellingham, Foden, atau Cole Palmer di bangku cadangan ketika Piala Dunia tiba.

Fokusnya hanya pada pemain-pemain yang kini benar-benar menjalankan instruksinya. Inggris telah bermain bagus tanpa Bellingham dalam dua pertandingan terakhir, dan Tuchel tampak puas dengan komposisi tim saat ini.

Morgan Rogers pun mulai tampil seperti versi baru Mason Mount, pemain yang rela bekerja keras untuk kepentingan tim. Tuchel tahu, dari pengalaman di Bayern dan PSG, bahwa begitu para pemain sibuk memikirkan dirinya sendiri, kehancuran tim hanya soal waktu, tak peduli seberapa besar nama mereka.

Pada akhirnya, keputusan Tuchel soal Bellingham bukan hanya urusan taktik atau pemulihan cedera. Ini tentang prinsip dasar: siapa yang bersedia berkorban demi tim, dan siapa yang tidak.

Dalam dunia Tuchel, tidak ada ruang bagi ego dan status individu. Mereka yang tak mau menyesuaikan diri akan tersingkir, sebesar apa pun nama mereka di luar lapangan.

Dan di antara semua bintang yang pernah ia tangani, Tuchel kini hanya menginginkan satu hal sederhana: tim yang berjalan sebagai satu kesatuan.

"Kami memilih pemain yang punya perekat dan kekompakan untuk menjadi tim terbaik," ujarnya.

Kalimat itu mungkin terdengar keras bagi pemain seperti Bellingham, tetapi pesannya jelas: di bawah Thomas Tuchel, Inggris bukan tempat bagi pahlawan tunggal.

Sumber: Guardian