Sukses


Mursyid Effendi Mengenang Cinta yang Tak Tuntas Bersama Persebaya

Bola.com, Makassar - Sosok Mursyid Effendi pantas masuk dalam daftar pemain legendaris Persebaya Surabaya. Pencapaian terbaiknya adalah dua kali membawa Bajul Ijo meraih trofi juara Liga Indonesia yakni musim 1996/1997 dan 2004.

Pria kelahiran 23 April 1972 ini, sejatinya ingin mengakhiri karier bersama tim kebanggaan Bonek tersebut. Namun, ia terpaksa meninggalkan Persebaya setelah mendapat surat pemutusan kontrak pada akhir putaran pertama musim 2007/2008.

Dalam channel youtube Omah Balbalan, Mursyid Effendi blak-blakan mengungkapkan rasa kecewanya saat itu. "Saya kecewa sekaligus kaget mendapat surat dari manajemen saat kompetisi tengah berjalan. Padahal, saya sudah berniat gantung sepatu di akhir musim itu," kenang Mursyid.

Pada momen itu, Mursyid Effendi mendapat ajakan dari pelatih Persiku Kudus, Subangkit untuk bergabung. Menurut Mursyid, ia akhirnya menerima ajakan tersebut karena menghormati sosok Subangkit yang merupakan seniornya di Persebaya.

Selain itu, ia juga ingin mebuktikan kepada Persebaya bawah dirinya masih mampu bermain meski usianya sudah 35 tahun. Seperti diketahui, bersama Mursyid, Persiku akhirnya berhasil promosi ke Divisi Utama (Liga 1).

Setelah musim itu, Mursyid akhirnya resmi gantung sepatu meski Subangkit memintanya untuk tetap aktif sebagai pemain.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 2 halaman

Cinta yang Tak Tuntas

Sejatinya, Mursyid Effendi sudah menjadikan Persebaya bagian dari jiwa dan kehidupannya. Ia bahkan memulainya sejak kecil. Ketika itu, ia membangun mimpi suatu saat menjadi bagian dari Persebaya karena membaca berita sekaligus mendengarkan radio terkait sepak terjang Bajul Ijo di kompetisi sepak bola Tanah Air.

Karena mimpi itu pula yang membuat Mursyid Effendi selalu kembali ke sepak bola meski sempat menjauh. Layaknya anak muda, kehidupan keseharian Mursyid sempat diwarnai oleh aksinya sebagai pembalap liar di jalan raya. Pada momen itu, kedua orangtuanya yang khawatir dengan keselamatannya memintanya agar kembali ke sepak bola.

Mursyid pun akhirnya bergabung ke Putera Gelora, klub amatir ketika duduk di bangku kelas satu SMA. Bakatnya dalam mengolah si kulit bundar sempat membuatnya diajak pelatihnya Sinyo Hartono ke Gelora Dewata yang berkiprah di Galatama, kompetisi semi profesional Tanah Air saat itu. "Tapi, saya menolak karena alasan masih sekolah," terang Mursyid.

Alhasil, perkembangan Mursyid di sepak bola sempat stagnan, karena hanya berlatih paling banyak dua kali dalam sepekan. Rutinitas itu ia lakoni sampai berstatus mahasiswa. Baru pada 1992, ia lolos seleksi di Persebaya U-21 dan setahun kemudian namanya masuk dalam skuad senior jelang kompetisi Perserikatan 1993/1994.

Tapi, ia tak jadi bagian dari tim pada musim itu karena cedera. Tapi, setahun kemudian, tepatnya di Liga Indonesia edisi perdana yakni musim 1994/1995, Mursyid jadi pemain reguler dalam daftar starter line-up Persebaya. Status yang membuat kecintaannya pada Persebaya kian kental.

Meski sejumlah tawaran tim besar seperti PSM Makassar, Arema Malang dan Persija Jakarta datang kepadanya, Mursyid tetap bertahan di Persebaya. Termasuk ketika Persebaya terpaksa bermain di kasta kedua pada musim 2003 dan 2006.

Itulah mengapa Mursyid mengaku hatinya patah ketika mendapat surat pemecatan dari Persebaya pada akhir pertama musim 2007/2008. "Tapi, cinta saya terhadap Persebaya tak lekang. Saya pun berharap kembali menjadi bagian Persebaya sebagai pelatih suatu saat nanti," kata Mursyid yang sudah mengantongi lisensi kepelatihan B-AFC ini.

Shin Tae-yong Punya Cara Cerdik Bantai Irak

Video Populer

Foto Populer