Sukses


Paul Biya Terpilih Lagi Jadi Presiden di Usia 92 Tahun, Warga Muda Kamerun Meledak Marah

Terpilihnya kembali Paul Biya sebagai Presiden Kamerun memicu reaksi tajam dari berbagai kalangan, yang berujung pada terjadinya korban jiwa.

Bola.com, Jakarta - Presiden Kamerun, Paul Biya, kembali terpilih untuk memimpin negeri di Afrika Tengah itu pada usia 92 tahun.

Pengadilan tertinggi Kamerun mengumumkan hasil resmi pemilihan pada Senin (27-10-2025), di tengah gejolak politik dan bentrokan berdarah yang menewaskan sedikitnya empat orang.

Kemenangan Biya memperpanjang masa kekuasaannya yang telah berlangsung sejak 1982, lebih lama dari usia sebagian besar warga Kamerun yang kini berjumlah hampir 30 juta jiwa, di mana mayoritas berusia di bawah 35 tahun.

Pemilu yang digelar pada 12 Oktober lalu mencerminkan makin lebarnya jurang antara generasi muda dan rezim yang telah berkuasa lebih dari empat dekade.

Berdasarkan hasil Dewan Konstitusi yang dikutip Associated Press, Biya memperoleh 53,66 persen suara.

Mantan sekutunya yang kini menjadi rival, Issa Tchiroma Bakary, menempati posisi kedua dengan 35,19 persen. Partisipasi pemilih tercatat sebesar 57,7 persen.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Amarah Rival

Usai pengumuman hasil pemilu, Tchiroma meluapkan amarahnya lewat media sosial. Ia menuduh pasukan keamanan menembaki warga sipil di Garoua, kampung halamannya, dan menyebabkan dua orang tewas.

"Menembak saudara sendiri dari jarak dekat, saya tak bisa tidak bertanya apakah kalian ini tentara bayaran," tulisnya.

"Bunuh saja saya kalau mau, tapi saya akan membebaskan negeri ini dengan cara apa pun yang diperlukan. Betapa keterlaluan impunitas ini," tambahnya.

Beberapa hari sebelum pemilihan, Tchiroma sempat mengklaim kemenangannya berdasarkan perhitungan internal partai, tetapi klaim itu segera dibantah kubu Biya.

Dalam pernyataan resminya, Biya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban kekerasan pasca pemilu.

"Pikiran dan doa saya tertuju kepada semua yang kehilangan nyawa secara sia-sia," ujarnya.

3 dari 5 halaman

Protes Berdarah dan Penangkapan Massal

Keputusan Biya untuk kembali mencalonkan diri memicu kemarahan publik, terutama di kalangan muda dan oposisi. Mereka menuding sang presiden menggunakan kekuatan negara untuk menyingkirkan lawan politik serta memanipulasi hasil pemilu.

Pada Minggu (26-10-2025), empat pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan di Douala, ibu kota ekonomi Kamerun.

Rekaman yang beredar di media sosial memperlihatkan aparat menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang memblokir jalan di Douala, Garoua, dan Maroua.

Gubernur Wilayah Littoral, Samuel Dieudonne Ivaha Diboua, mengatakan beberapa petugas keamanan turut terluka dalam bentrokan itu, sementara sedikitnya 105 orang pengunjuk rasa ditangkap.

Dalam beberapa hari terakhir, puluhan aktivis, politisi oposisi, dan tokoh masyarakat ditahan.

Menteri Administrasi Wilayah, Paul Atanga Nji, menuduh mereka merencanakan aksi kekerasan menjelang dan sesudah pemungutan suara.

"Saya siap mempertaruhkan nyawa demi membela suara saya. Saya memilih Tchiroma karena ingin perubahan," kata Oumarou Bouba, pedagang berusia 27 tahun di Maroua.

4 dari 5 halaman

Dugaan Kecurangan dan Sorotan Pengamat

Senada dengannya, Sani Aladji, pegawai hotel berusia 28 tahun, mengaku pesimistis terhadap hasil pemilu.

"Tidak akan ada yang berubah. Di bawah Biya, korupsi merajalela. Kami sudah muak," ujarnya.

Namun, sebagian warga masih menaruh harapan pada presiden berusia lanjut itu.

"Presiden kami membawa harapan," ucap Flicia Feh, pendukung Biya.

"Ia sudah memulai banyak proyek, seperti jalan tol Yaounde–Douala, dan patut diberi waktu untuk menyelesaikannya."

Pemerintah Kamerun menyebut lebih dari 5.000 pengamat nasional dan internasional telah memantau jalannya pemilu.

Namun, delapan organisasi masyarakat sipil lokal melaporkan adanya kejanggalan, termasuk nama pemilih yang sudah meninggal masih tercantum dalam daftar, distribusi surat suara yang tidak merata, dan indikasi pengisian kotak suara secara curang.

Meski begitu, misi pemantauan dari Uni Afrika menilai proses pemungutan suara berlangsung "sebagian besar sesuai" dengan standar regional dan internasional.

5 dari 5 halaman

Empat Dekade Kekuasaan

Paul Biya pertama kali naik ke kursi presiden pada 6 November 1982, setelah pendahulunya mengundurkan diri. Ia mempertahankan kekuasaan dengan merevisi konstitusi dan menghapus batas masa jabatan.

Kesehatan Biya kerap menjadi sorotan publik karena ia sering menjalani perawatan di Eropa. Sementara itu, roda pemerintahan sehari-hari banyak dijalankan oleh pejabat partai dan keluarganya.

Kendati Kamerun dikenal sebagai negara penghasil minyak dengan pertumbuhan ekonomi stabil, generasi muda menilai hasil pembangunan hanya dinikmati kalangan elite.

Data Bank Dunia menunjukkan tingkat pengangguran sekitar 3,5 persen, tetapi 57 persen tenaga kerja berusia 18-35 tahun masih terjebak di sektor informal tanpa jaminan sosial.

"Banyak anak muda, baik di dalam negeri maupun diaspora, menaruh harapan pada perubahan. Tapi, kini harapan itu pupus. Rasanya seperti kesempatan yang hilang," ujar Emile Sunjo, dosen senior hubungan internasional di Universitas Buea.

Menurut para pengamat, di bawah Biya, Kamerun telah beralih dari stabilitas menuju krisis berkepanjangan. Negara itu menghadapi ancaman kelompok Boko Haram di utara serta pemberontakan separatis di wilayah berbahasa Inggris, North West dan South West.

Krisis berawal dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan bahasa Prancis di sekolah dan pengadilan. Kebijakan itu telah menewaskan hampir 7.000 orang, membuat lebih dari satu juta warga mengungsi, dan memaksa ribuan lainnya melarikan diri ke Nigeria.

 

Sumber: merdeka.com

Video Populer

Foto Populer