Sukses


5 Contoh Cerita Rakyat Pendek dan Terpopuler di Indonesia

Bola.com, Jakarta - Cerita rakyat merupakan kisah yang tergolong fiktif dan tidak dapat dibuktikan serta dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sebab, cerita rakyat disampaikan secara lisan atau tersebar dari mulut ke mulut dari masyarakat masa lalu hingga pada akhirnya dikenal oleh masyarakat luas.

Dengan demikian, para penutur cerita rakyat hanya mengandalkan ingatan saja. Cerita rakyat dalam istilah lain dikenal dengan folklor.

Cerita rakyat mengandung kultur budaya yang beraneka ragam serta sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Biasanya cerita rakyat mengisahkan kejadian sebuah tempat dan asal usul tokoh di zaman dahulu.

Tokoh cerita rakyat dapat berupa manusia, binatang, atau sesuatu yang gaib sekalipun. Di sisi lain, banyak nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita rakyat. Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan pelajaran bagi generasi yang lebih muda.

Itulah sedikit ulasan mengenai cerita rakyat. Bagi kamu yang sedang mempelajari dan ingin mengetahui lebih dalam, bisa mencermati contoh-contoh di bawah ini.

Berikut lima contoh cerita rakyat pendek dan terpopuler di Indonesia yang menarik dibaca, dikutip dari laman kemdikbud.go.id, Rabu (27/9/2023).

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 6 halaman

Danau Toba

Alkisah, ada seorang petani yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja. Ia hidup sebatang kara tanpa keluarga yang menemaninya. Pekerjaannya sehari–hari adalah menggarap ladang dan mencari ikan untuk membantu memenuhi kebutuhan.

Suatu hari, petani tersebut memancing ikan di sungai. Berbekal peralatan pancing, umpan, dan tempat ikan, ia mulai melangkah menuju ke sungai. Sesampainya di sana, ia langsung melempar kail yang telah dipasangi umpan. Lalu ia berdoa kepada Tuhan agar ia bisa mendapatkan banyak ikan.

Ia sangat senang saat ikan yang didapatkannya besar. Namun, petani tersebut kaget karena ikan itu dapat berbicara dan meminta petani itu agar ikannya tidak dimakan. Seketika itu juga petani melepaskan ikan tersebut. Betapa kagetnya petani itu saat ikan tadi berubah menjadi seorang wanita yang cantik.

Ikan tersebut ternyata adalah seorang putri yang dikutuk menjadi ikan. Dia mengucapkan terima kasih karena telah membebaskannya dari kutukan. Sebagai imbalannya ia mau dijadikan istri petani tersebut.

Satu di antara syarat yang harus dipenuhi adalah tidak boleh menceritakan dan menyebutkan asal-usul putri dari seekor ikan. Apabila dilanggar maka akan terjadi malapetaka yang sangat dahsyat. Petani pun menyetujuinya.

Setelah menikah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Mereka hidup bahagia bersama anaknya yang tampan. Namun, anaknya itu memiliki sifat yang membuat orang lain heran, yaitu ia tak pernah merasa kenyang sehingga ia sering menghabiskan makanan.

Suatu hari sang anak diminta ibunya untuk mengantarkan makanan untuk bapaknya yang sedang bekerja di sawah. Namun, sayangnya sang anak melahap sendiri makanan tersebut dan tidur di gubuk.

Bapaknya menunggu makanan datang, sudah tidak kuat menahan haus dan lapar maka petani itu pulang. Di tengah jalan ia menjumpai anaknya yang telah tidur.

Saat itu juga petani marah kepada anaknya karena makanan yang menjadi jatahnya dimakan, dan tanpa disengaja petani itu melanggar janjinya.

Ia mengucapkan 'dasar anak ikan', saat itu juga anak dan istrinya menghilang. Setelah itu muncul air dari bekas jejak kaki sehingga membentuk sebuah telaga yang kini dikenal dengan Danau Toba.

3 dari 6 halaman

Malin Kundang

Alkisah di wilayah pesisir pantai wilayah Sumatra, hiduplah Ibu Rubayah dan anaknya bernama Malin Kundang. Suami Ibu Rubayah sudah lama meninggalkan mereka dan tak pernah kembali sejak itu.

Malin Kundang dan ibunya hidup sederhana berbekal berjualan kue di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kelak jika sudah besar aku ingin merantau. Aku harus mengubah nasib!” kata Malin Kundang suatu hari.

Ketika menginjak remaja, sebuah kapal besar merapat di pantai. Malin terkagum-kagum memandangnya. Hari itu juga ia pamit pada ibunya untuk ikut dalam kapal itu.

Ibu Rubayah semula melarangnya. "Ini kesempatan baik bagi saya, Ibu!" ujar Malin Kundang. "Belum tentu setahun sekali ada kapal besar singgah di sini," lanjutnya.

Akhirnya dengan berat hati, Ibu Rubayah mengizinkannya. Air matanya berlinang saat mengantarkan Malin Kundang menaiki kapal itu. Tak lupa ia membekali tiga bungkus nasi untuk bekal di perjalanan.

Ketika kapal berangkat, Ibu Rubayah hanya bisa melambaikan tangannya sambil menangis hingga kapal itu menghilang di kejauhan.

Bertahun-tahun berlalu dengan cepatnya. Setiap hari Ibu Rubayah memandang ke laut berharap anaknya pulang. Namun, tak ada kapal besar merapat ke pantai.

Kabar Malin Kundang pun tak jelas, Ibu Rubayah pun makin tua. Namun, dengan setia, ia tetap datang ke pantai setiap hari menantikan anaknya pulang.

Hingga suatu hari tersiar kabar dari seorang nakhoda kapal bahwa Malin Kundang telah kaya raya dan menikah dengan gadis cantik putri seorang bangsawan. Betapa bahagianya hati Ibu Rubayah mendengar hal tersebut.

Kemudian tak lama setelah itu, sebuah kapal besar dan mewah merapat di pantai. Orang-orang ramai menyambut, itulah kapal Malin Kundang.

Di anjungan kapal, Malin Kundang menggandeng tangan wanita cantik berpakaian gemerlapan. Ibu Rubayah menguak keramaian dan berusaha menemui anaknya. "Malin, anakku!" serunya.

Namun, Malin Kundang tak menggubrisnya, istrinya bahkan meludah melihat Ibu Rubayah. "Cuih! Perempuan buruk inikah ibumu? Mengapa kau bohong padaku? Bukankah kau dulu berkata bahwa ibumu bangsawan sederajat dengan kami?"

Betapa malunya Malin Kundang mendengar perkataan istrinya itu. Apalagi setelah melihat pakaian Ibu Rubayah yang dekil dan compang-camping.

Untuk menutupi rasa malunya, ia berkata, "Bukan, dia bukan ibukku!" lalu diusirnya Ibu Rubayah dengan kasar.

"Hei, perempuan dekil! Enyah kau dariku! Ibuku tidak melarat sepertimu!" Bahkan Malin Kundang sampai menendang ibunya.

Setelah itu, Malin Kundang memerintahkan anak buahnya agar kembali berlayar. Betapa sedih hati Ibu Rubayah. Ia menangis sambil meratap, "Ya Tuhan, kalau dia memang anakku, aku mohon keadilan-Mu!"

Tak lama kemudian, tiba-tiba turunlah hujan badai amat dahsyatnya. Kapal Malin Kundang disambar petir dan pecah dihantam gelombang besar.

Pecahan kapalnya menyebar ke tepi. Setelah terang, tampak sebongkah batu menyerupai manusia terdampar di pinggir pantai. Itulah tubuh Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu.

4 dari 6 halaman

Lutung Kasarung

Pada zaman dahulu, hiduplah dua orang putri yang tinggal di Kerajaan Pasundan. Mereka berdua bernama Purbararang dan Purbasari. Keduanya memiliki wajah yang sangat cantik serta memiliki warna kulit yang sangat putih.

Setelah sang raja atau ayah mereka meninggal, Purbasari diperintahkan untuk menggantikan ayahnya menduduki takhtanya. Mendengar hal itu, Purbararang merasa sangat iri dan memiliki keinginan untuk mencelakai Purbasari.

Kemudian, ia memutuskan untuk menemui seorang nenek sihir agar dapat mengutuk adiknya, Purbasari. Oleh karena itu, wajah dan tubuh dari Putri Purbasari berubah menjadi bertotol-totol hitam.

Hal ini kemudian dijadikan satu di antara alasan oleh Putri Purbararang untuk mengusirnya ke sebuah hutan sehingga takhtanya berhasil pindah ke tangan Putri Purbararang.

Selama Putri Purbasari tinggal di hutan, ia berteman dengan seekor kera yang memiliki bulu berwarna hitam. Kera tersebut diberi nama Lutung Kasarung oleh Putri Purbasari. Kera tersebut sangat perhatian dan juga menyayangi Putri Purbasari.

Untuk membantu menyembuhkan kulit wajah dan tubuh Purbasari, Lutung tersebut bersemedi di tempat yang sepi saat bulan purnama tiba. Tak lama kemudian, terbentuklah sebuah telaga kecil yang airnya sangat jernih.

Lutung pun bergegas untuk menemui Purbasari dan memintanya mandi di telaga tersebut. Hebatnya, air telaga tersebut dengan sekejap mampu mengembalikan kecantikan Purbasari.

Wajah dan kulit tubuh Purbasari akhirnya bisa kembali seperti semula, yaitu putih dan juga cantik. Mendengar bahwa adiknya sudah kembali cantik, Purbararang pun merasa cemas.

Ia sangat khawatir jika adiknya akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik dia. Kemudian, ia memutuskan untuk menemui adiknya dan mengajaknya beradu ketampanan dari tunangan masing-masing untuk memperebutkan kursi raja tersebut.

Sekarang giliran Purbasari yang menunjukkan Lutung Kasarung sebagai tunanganya. Lantas, kakaknya pun menertawakannya dan merasa tunanganya itu lah yang lebih tampan dari seekor kera.

Saat itu juga, Lutung Kasarung langsung berubah ke wujud aslinya yang sangat tampan dan gagah, ternyata ia adalah seorang pangeran.

Purbararang pun akhirnya mengakui kekalahannya dan menyerahkan takhta tersebut kepada adiknya.

5 dari 6 halaman

Lipi Poleng Tanah Lot

Terus berjalan menyusuri tepi pantai selatan menuju ke arah tenggara, akhirnya tibalah beliau di sebuah tempat, yaitu Alas Kendung. Areal hutan yang tak terlampau luas ini disesaki tumbuhan pohon kendung, yang tinggi dan besar pula.

Dang Hyang Nirartha melakukan yoga semadi di tempat ini seraya memohon petunjuk untuk menemukan sinar yang pernah dilihatnya. Ketika itulah datang Bendesa Beraban menemui Dang Hyang Nirarta menyampaikan bahwa tanaman padi di wilayahnya dilanda wabah penyakit.

Dang Hyang Nirarta menjelaskan bahwa wabah itu disebabkan oleh makhluk bernama Bhuta Bebahung. Beliau lalu menghadiahkan sebilah keris bernama Ki Baru Gajah kepada Bendesa Beraban untuk melenyapkan Si Bhuta Bebahung.

Beliau juga berpesan kepada Bendesa Beraban agar membangun pura di tempat tersebut. Pura yang telah dibangun itu diberi nama Pura Luhur Pakendungan.

Saat pelaksanaan upacara, keris Ki Barus Gajah agar diberi sesaji dan memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar sirna semua hama yang menyerang tanaman padi mereka.

Berdasarkan petunjuk yang diperoleh saat menggelar yoga semadi di Alas Kendung, akhirnya sampailah beliau pada sinar dimaksud. Ternyata sinar itu adalah sebuah sumber mata air tawar yang berada di tengah deburan air laut yang asin.

Letaknya hanya beberapa langkah lagi dari Alas Kendung. Tidak jauh dari sumber mata air tersebut, beliau menemukan sebuah tempat yang panorama keindahannya tiada tara.

Tempat ini disebut Gili Beo. "Gili" artinya batu karang, "beo" artinya burung. Jadi, tempat itu adalah sebuah batu karang besar berbentuk menyerupai burung beo.

Di sinilah beliau melakukan meditasi dan pemujaan kepada Dewa Baruna, perwujudan Tuhan sebagai penguasa laut.

6 dari 6 halaman

Keong Mas

Dahulu kala di Kerajaan Daha, ada dua putri bernama Galuh Ajeng dan Candra Kirana. Galuh Ajeng iri pada Candra Kirana yang bertunangan dengan Pangeran Inu Kertapati.

Ia menyuruh nenek sihir jahat untuk mengutuk saudaranya menjadi keong mas. Suatu hari, seorang nenek tua mencari ikan di sungai.

Bukannya ikan yang ditangkap, justru seekor keong mas yang didapat. Keong mas itu lantas dibawa pulang dan dipelihara dengan aman.

Esok harinya si nenek mencari ikan lagi. Nasib baik belum datang, si nenek pulang ke rumah dalam keadaan lapar.

Namun, alangkah terkejutnya ia, ketika melihat banyak makanan telah terjadi di meja makan. Berkali-kali keajaiban ini terjadi.

Hingga suatu si nenek berpura-pura pergi, lalu ia kembali dan mengintip. Ternyata, keong mas yang didapatkan itu berubah wujud menjadi seorang putri yang cantik.

Di sisi lain, Pangeran Inu Kertapati bingung karena tunangannya telah hilang. Ia lantas menyamar menjadi seorang rakyat jelat untuk mencari Putri Candra Kirana.

Kakek Sakti kemudian memberitahu sang pangeran bahwa sang putri berada di Desa Dadapan. Pangeran Inu Kertapati akhirnya berhasil menemukan sang pujaan hati.

Begitu mereka bertemu, kekuatan sihir pun hilang. Pangeran lantas memboyong Putri Candra Kirani ke istana dan mereka hidup bahagia selamanya.

 

Sumber: kemdikbud.go.id

Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.

Video Populer

Foto Populer