5 Gelandang Berkelas yang Berseragam Arema: Playmaker Ulung, hingga Tipe Ganas Makan Konate

oleh Iwan Setiawan diperbarui 14 Jul 2020, 21:24 WIB
Arema FC- Juara ISL 2009-2010 (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Malang - Beberapa musim terakhir, Arema FC punya stok gelandang melimpah. Sektor ini tak pernah kekurangan pemain.

Justru, beberapa gelandang kadang difungsikan sebagai pemain belakang agar dapat kesempatan bermain. Bisa dibilang lini tengah jadi sektor terkuat di Arema.

Advertisement

Sejak Arema berdiri tahun 1987, banyak gelandang berkelas yang mampir. Jika gelandang tersebut pemain lokal, pastinya mereka juga jadi bagian Timnas Indonesia.

Sementara untuk gelandang asing, selalu jadi pemain papan atas dan idola Aremania. Karena mereka adalah pengatur irama permainan tim.

Berikut ini 5 gelandang berkelas yang membela Arema

1. I Putu Gede Dwi Santoso

Dia bukan putra daerah Malang. Tapi, Putu Gede punya cara bermain yang mencerminkan kerasnya karakter Arema. Dia pertama kali main di Arema pada pengujung 90-an hingga 2001.

Pelatih Perseru Serui, Putu Gede Dwi Santoso, mengomentari perbedaan yang terlihat dalam tim Persebaya Surabaya. (Bola.com / Aditya Wany)

Setelah itu dia kembali lagi tahun 2004-2007. Dia akrab sebagai kapten Arema. Meskipun pemain lokal, kharismanya membuat dia disegani pemain asing sekalipun.

Posisinya sebagai gelandang bertahan. Dia kuat mempertahankan bola dan sangat tenang ketika menguasai bola. Visi bermainnya juga bagus. Tapi, terkadang dia juga mengambil bola dengan keras dari kaki lawan. Itu jadi satu cara untuk membuat mental lawannya goyah.

Putu pindah ke Deltras Sidoarjo, Persita Tangerang, dan Persebaya Surabaya. Namun, dia masih akrab disebut sebagai mantan kapten Arema. Apalagi saat main di Arema, dia sudah mendapat panggilan Timnas Indonesia senior pada 2000-2006.

Video

2 dari 5 halaman

Rodrigo Araya

Nama yang satu ini dicap sebagai satu di antara pemain Chile yang sukses di Arema. Dia membela Arema pada musim yang sama dengan dua pemain senegaranya, Juan Rubio dan Pacho Rubio.

Trio Chile waktu itu disebut sebagai kekuatan utama Singo Edan tahun 1999-2000. Araya hengkang ke sejumlah klub sebelum gabung kembali dengan Arema pertengahan musim 2002-2003.

Gustavo Lopez, Makan Konate dan Ahmad Bustomi. (Bola.com/Dody Iryawan)

Posisinya sebagai gelandang serang. Dia terlihat bukan pemain yang cepat, tapi bisa mengarahkan bola yang bisa membuat suasana pertahanan lawan kelimpungan.

Yang paling diingat darinya adalah tendangan bebas kaki kiri. Araya hanya mengambil ancang-ancang satu langkah sebelum melepaskan tembakan bebas. Tak jarang dia mencetak gol lewat cara itu.

Kabarnya, saat ini Araya beberapa kali terlihat di Jakarta. Dia menikah dengan perempuan Indonesia. Pada 2014, dia tidak sengaja bertemu dengan tim Arema yang sedang latihan di Jakarta. Dia pun masih disambut hangat oleh asisten pelatih Arema, Kuncoro.

 

3 dari 5 halaman

Gustavo Lopez

Gustavo Lopez saat bermain untuk Arema melawan PSIS di PGK II, Jumat (23/2/2018). (Bola.com/Iwan Setiawan)

Playmaker yang sempurna. Kalimat itu sering dilontarkan manajemen Arema ketika melihat permainan Gustavo Lopez di Arema musim 2014.

Dia didatangkan dari klub medioker, Persela Lamongan. Gelandang yang akrab dengan nomor punggung 8 ini seakan jadi puzzle yang melengkapi materi bertabur bintang Singo Edan. Gustavo bisa melayani pemain depan sekelas Beto Goncalves, Cristian Gonzales dan Samsul Arif.

Liukannya saat menari dengan bola terlihat indah. Selain aksi individu, dia juga pemberi umpan yang brilian. Jika lini depan buntu, pemain asal Argentina ini jadi pemecah kebuntuan lewat tendangan jarak jauh. Sayangnya, hanya satu musim dia di Arema. Setelah itu Gustavo memutuskan ke Liga Malaysia.

Dia sempat ingin kembali pada musim 2018. Gustavo sempat kembali dan menjalani seleksi di Piala Gubernur Kaltim dengan Arema. Namun, dia hanya main dalam satu pertandingan. Akhirnya Gustavo main di PS Tira untuk menutup musim terakhirnya di Indonesia.

4 dari 5 halaman

Ahmad Bustomi

Ahmad Bustomi, gelandang Arema. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Pemain yang satu ini sempat disebut deep-lying midfielder yang ideal bagi Arema. Ahmad Bustomi ibaratnya main seperti Xavi Hernandes di Barcelona atau Andrea Pirlo di Juventus. Akurasi umpannya bagus dan tak segan berduel untuk mencari bola.

Gabung dengan Arema di musi 2009, dia sudah berhasil memberikan gelar juara ISL satu tahun selanjutnya, yakni 2010. Namun dia sempat hengkang ke Mitra Kukar karena terjadi dualism di Arema musim 2012. Bustomi kembali ke Malang pada musim 2014-2017.

Namun, dia diganggu cedera lutut. Bustomi kurang maksimal ketika kembali berkostum Singo Edan. Tapi dia masih bisa menyumbangkan sejumlah gelar di turnamen. Bustomi akhirnya naik meja operasi tahun 2018 ketika keluar dari Arema menuju Mitra Kukar.

5 dari 5 halaman

Makan Konate

Gelandang Arema FC, Makan Konate, merayakan gol ke gawang Bhayangkara FC pada laga perempat final Piala Presiden 2019 di Stadion Patriot, Bekasi, Sabtu (30/3). Bhayangkara kalah 0-4 dari Arema. (Bola.com/Yoppy Renato)

Gelandang ini jadi pemain tersubur di Arema. Makan Konate dikontrak pada paruh musim 2018 hingga 2019.

Dia pemain yang spesial. Meski berposisi sebagai gelandang serang, tapi dia selalu jadi pemain tersubur dua musim di Arema.

Perannya sebenarnya lebih sebagai gelandang serang. Tapi, waktu itu Arema tak punya targetman yang mematikan. Pelatih Arema menjadikan Konate sebagai solusi untuk mencetak gol.

Total, ia mencetak 29 gol dalam waktu satu setengah musim saja. Catatan ini tak bisa disaingi oleh gelandang lainnya. Konate mengakui jika dia dapat rekor gol terbanyak saat main di Arema karena dia diberi kebebasan bermain untuk lebih menyerang. Dia sangat nyaman dengan posisi itu. 

 

Berita Terkait