Cerita Novel Piala Dunia : Sukses Brasil, Duka Belanda dan Kejutan Hongaria

oleh Choki Sihotang diperbarui 24 Agu 2022, 20:13 WIB
Suporter Brasil dan suporter Jerman pada laga semifinal Piala Dunia 2014 di Stadion The Mineirao (8/7/2014). Jerman menang 7-1 atas Brasil. (AFP/Fabrice Coffrini)

Bola.com, Jakarta - Belanda dan Brasil sama-sama punya nama besar di blantika sepak bola internasional. Kedua negara, bisa dibilang, identik dengan balbalan. Jika Timnas Brasil terkenal dengan jogo bonito-nya, Timnas Belanda merupakan penemu total football yang mengerikan itu.

Hanya saja, jika Piala Dunia dijadikan tolok ukur, nasib Belanda tak seindah Brasil. Selecao, sejauh ini, masih memuncaki daftar teratas dengan koleksi lima gelar juara, yakni edisi 1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002.

Advertisement

Meski begitu, Tim Samba bukannya tanpa stigma. Pada Piala Dunia 1966 misalnya, mereka gagal mempertahankan gelar. Lebih sakit lagi, tak mampu lolos dari fase grup.

 

2 dari 12 halaman

Catatan Belanda

Ekspresi Wesley Sneijder usai mengantarkan Belanda menuju final Piala Dunia 2010. Sneijder memenangkan Silver Boot dengan mencetak lima gol dan satu assist. (AFP/Franck Fife)

Sementara itu, Belanda, sama sekali belum pernah merasakan manisnya gelar juara. Padahal, sebagai pengusung total football ala Rinus Michels yang diterjemahkan dengan sempurna oleh Johan Cruyff dkk, De Oranje kandidat terkuat di Piala Dunia 1974.

Tapi apa yang terjadi kemudian adalah masih jauh panggang dari api. Tak hanya di Piala Dunia 1974, Belanda juga merangsek ke final Piala Dunia 1978 dan 2010. Namun apa daya, nasib baik tak jua sudi berpihak.

Selain Brasil dan Belanda, sejumlah negara juga tercatat dalam sejarah panjang Piala Dunia sejak digulirkan pertama kali di Uruguay pada 1930. Sedih dan kecewa bercampur jadi satu. Dilansir bleacherreport, ini 10 di antaranya, termasuk kejutan besar Hongaria:

 

3 dari 12 halaman

Jerman Barat 1974

Gerd Muller. Striker Jerman Barat yang wafat pada 15 Agustus 2021 di usia 75 tahun ini menempati posisi ke-3 sebagai pencetak gol terbanyak di putaran final Piala Dunia. Hanya dalam 2 edisi, 1970 dan 1974 ia mampu mengoleksi 14 gol dan 6 assist dalam 13 laga. Gol ke-14 dicetak saat Jerman Barat menang 2-1 atas Belanda di partai final Piala Dunia 1974, 7 Juli 1974. (fifa.com)

Belanda memiliki kebiasaan buruk di era 1970-an, meski menghasilkan tim-tim hebat. Pada tahun 1974, Belanda mencapai final dengan gaya permainan "total football" mereka yang menarik.

Banyak pihak memprediksi kalau mereka layak menjadi yang terbaik. Sayang, di final, Johan Cruyff dkk kalah melawan tuan rumah Jerman Barat. Meski demikian, gaya permainan atraktif mereka masih menjadi inspirasi bagi banyak klub hingga saat ini.

 

4 dari 12 halaman

Brasil 2002

Ronaldo saat membela Timnas Brasil di Piala Dunia 2002. (Bola.com/Dok. FIFA)

Tim ini adalah satu-satunya tim Brasil yang memenangkan tujuh pertandingan di turnamen Piala Dunia 2002. Mereka bisa bertahan dan juga menyerang.

Mereka hanya kebobolan satu gol di babak sistem gugur. Dengan Ronaldo mencetak delapan kali, Brasil menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan.

 

5 dari 12 halaman

Belanda 1978

Setelah kekalahan melawan Jerman Barat di final Piala Dunia 1974, Belanda juga mencapai final di Piala Dunia 1978. Lagi, meereka harus berhadapan dengan tuan rumah Argentina.

Tanpa kehadiran Johan Cruyff, Belanda kembali mengibur mimpinya untuk menggenggam dunia.

 

6 dari 12 halaman

Hongaria 1954

Dipimpin Ferenc Puskas yang legendaris, tim ini dikenal di seluruh dunia sebagai "Magyar Ajaib." Meskipun penampilan luar biasa dengan mengalahkan Brasil dan Uruguay, Hongaria secara mengejutkan kalah di final melawan Jerman Barat.

Hal itu menjadi satu-satunya kekalahan mereka dalam 50 pertandingan internasional antara 1950 dan 1956.

 

7 dari 12 halaman

Brasil 1982

Tim Brasil tahun 1982 sering dicap sebagai tim internasional terbesar yang gagal memenangkan Piala Dunia. Ini adalah sisi lain dari nama besar Brasil.

Pemain bintang seperti Zico, Socrates, dan Eder seharusnya membuat Brasil bisa meneruskan pencapain besar di edisi sebelumnya.

 

8 dari 12 halaman

Brasil 1962

Setiap tim yang memenangkan dua Piala Dunia berturut-turut harus mengandung beberapa elemen yang cukup luar biasa. Brasil berhasil melakukannya tanpa pemain terbaik mereka, striker yang cedera Pele.

Situasi itu memberi tahu publik betapa istimewanya mereka. Kekhawatiran atas absennya Pele diredakan kecemerlangan Garrincha. Mereka tetap sebagai tim terbesar dunia.

 

9 dari 12 halaman

Brasil 1958

Brasil mengalahkan tuan rumah Swedia 5-2 untuk mengangkat Piala Dunia 1958. Selama pertandingan itu, Pele secara bersamaan menjadi pemain termuda yang bermain di final Piala Dunia, pencetak gol termuda di final Piala Dunia, dan pemain termuda yang memenangkan medali pemenang Piala Dunia.

Bukan hanya Pele remaja yang membuat tim ini hebat. Semua yang ada dalam starting XI adalah pahlawan. Mereka dihormati sebagai legenda karena membawa Brasil ke Piala Dunia pertama mereka.

 

10 dari 12 halaman

Spanyol 2010

Bersama timnas Spanyol, kariernya pun cukup mentereng. Ia adalah kapten yang membawa Tim Matador menjuarai Piala Dunia 2010, Euro 2008 dan 2012. (AFP/Javier Soriano)

Dengan gaya "tiki-taka", Spanyol tak terbendung di Afrika Selatan. Nama-nama seperti Xavi, Andres Iniesta, dan Xabi Alonso merupakan pemain yang sangat ditakuti semua lawan.

Spanyol merengkuh gelar paling bergengsi pertamanya usai mengalahkan Belanda di partai puncak. Sang pahlawan utama tak lain adalah pencetak gol, Andres Iniesta.

 

11 dari 12 halaman

Jerman Barat 1974

Setelah memenangkan Piala Eropa pada tahun 1972, Jerman Barat lulus untuk mendominasi di panggung Dunia pada tahun 1974. Tim ini dibangun di atas permainan gemilang Franz Beckenbauer.

Dia memimpin Tim Panser dari lini belakang. Di lini depan, mereka punya predator bernama Gerd Mueller.

 

12 dari 12 halaman

Brasil 1970

Tim Brasil tahun 1970 adalah yang terbesar dalam sejarah Piala Dunia. Tidak ada tim yang pernah mendominasi turnamen seperti yang dilakukan Selecao selama musim panas itu.

Mereka menginspirasi satu generasi. Ada sesuatu yang hampir supranatural tentang permainan mereka, yakni gol Carlos Alberto di final melawan Italia. Itu benar-benar tak terlupakan.

Berita Terkait