Sukses


Hendro Kartiko dan Kenangan di Stadion Gelora 10 November

Bola.com, Surabaya - Sejak melakoni fase penyisihan Grup C Piala Presiden 2018, Madura United sudah beberapa kali menggelar latihan di Stadion Gelora 10 November, Surabaya.

Selain akses jalan di stadion ini lebih mudah dibanding Stadion Gelora Bung Tomo yang terletak di pinggiran kota, momen berlatih di Stadion Gelora 10 November membangkitkan nostalgia bagi beberapa pihak di Madura United.

Nama-nama seperti Gomes de Oliveira (pelatih kepala), Danilo Fernando (asisten pelatih), dan Hendro Kartiko (pelatih kiper) pernah menjadi bagian Persebaya yang sebelumnya bermarkas di Stadion Gelora 10 November.

Namun, di antaranya ketiganya, Hendro menjadi satu di antara tokoh yang cukup berjasa bagi Persebaya. Secara khusus, mantan kiper Timnas Indonesia itu mengaku punya kenangan manis dengan stadion yang kerap disebut Tambaksari itu.

"Saya pertama kali ke stadion ini waktu jadi kiper Mitra Surabaya (1995-1998). Stadion ini sangat berjasa buat saya karena itu merupakan awal karier saya di sepak bola nasional," kenang Hendro kepada Bola.com.

Setelah hengkang dari Mitra Surabaya, Hendro kemudian bergabung dengan Persebaya Surabaya, yang juga menggunakan Tambaksari sebagai kandang. Periode pertama di Persebaya dijalani pada 1998-2000.

Setelah sempat bergabung dengan PSM Makassar dan PSPS Pekanbaru, Hendro kembali ke Persebaya pada 2003. Pada periode inilah dia mengukir prestasi manis bersama Bajul Ijo dengan meraih gelar juara Divisi Utama 2004.

"Itu tahun yang punya kenangan tersendiri buat saya. Untuk jadi yang terbaik, kami harus berjuang sampai pernah diserbu Bonek saat kalah melawan Persela. Bahkan, mes kami (terletak di belakang stadion) juga sempat dilempari oleh mereka," imbuh pria kelahiran Banyuwangi itu.

Rekor Menarik di Tambaksari

Namun, semua kisah pahit itu terbayar saat melawan Persija Jakarta di laga pamungkas Divisi Utama 2004. Pertandingan yang terselenggara di Tambaksari itu berakhir 2-1 untuk Persebaya sekaligus mengunci posisi puncak klasemen akhir.

"Kemenangan itu sangat luar biasa buat saya. Puluhan ribu Bonek bersuka cita menyambut keberhasilan kami meraih gelar juara. Rasanya bangga sekali bisa memberikan trofi untuk suporter," ujar Hendro.

Menariknya, Hendro malah sering datang ke Tambaksari dengan status sebagai lawan. Sebab, pada musim berikutnya, dia bergabung dengan Persija Jakarta. Setelah itu, dia kemudian menjadi pemain Arema, Sriwijaya FC, dan Mitra Kukar.

Dengan pengalamannya itu, dia acap kali mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari suporter tuan rumah. Beberapa kali Bonek menghujatnya karena dianggap tidak setia.

"Saya sebagai pemain sepak bola berusaha profesional. Awal-awal pindah dari Persebaya, saya diteriaki pengkhianat. Menurut saya itu hal yang biasa kalau suporter marah kepada mantan (pemain). Saya tidak mau ambil pusing, yang penting fokus di lapangan masuk telinga kanan keluar telinga kiri," ucap pria yang kini berusia 44 tahun itu.

Meski begitu, Hendro tetap menganggap Bonek punya peran penting dalam kariernya, terutama saat membela Persebaya. Tambaksari terasa kehilangan roh tanpa kehadiran Bonek.

"Pemain itu kan roh utama bagi Persebaya, kalau Bonek merupakan roh yang kedua. Istilahnya kalau jadi pemain Persebaya, kami tidak mau kalah di depan Bonek. Itu jadi motivasi yang sangat besar buat kami," lanjutnya.

Terlepas dari hal tersebut, Hendro rupanya punya rekor menarik saat bertanding melawan Persebaya. Klub yang dibelanya tidak pernah sekali pun menelan kekalahan saat meladeni Persebaya di Tambaksari.

"Selama saya melawan persebaya, Alhamdulillah tak pernah kalah. Biasanya kalau nggak menang ya imbang. Itu catatan saya zaman dulu main. Stadion ini tidak akan saya lupakan dalam karier sepak bola saya," ungkap Hendro Kartiko.

Video Populer

Foto Populer