Nostalgia Masa Lalu Firman Utina: Awalnya Disuruh Jadi Petinju, Seberangi Sungai demi Latihan Sepak Bola

oleh Iwan Setiawan diperbarui 10 Des 2023, 07:30 WIB
Mantan pemain Timnas Indonesia dan Jebolan Liga Indonesia, Firman Utina memberikan keterangan saat acara Refleksi 93 Tahun PSSI di GBK Arena, Senayan, Jakarta, Senin (17/04/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Bola.com, Jakarta - Firman Utina merupakan nama besar dalam sepak bola Indonesia. Dia pernah jadi andalan Timnas Indonesia tahun 2002-2015. termasuk pesepak bola yang punya karier panjang dan konsisten bermain untuk tim besar di Indonesia. Dia memulai karier sebagai pemain tahun 1999 dan pensiun di 2018.

Selama 19 tahun, dia jadi pemain yang meraih tiga gelar juara Liga 1 dengan klub berbeda. Sriwijaya FC, Persib Bandung dan Bhayangkara FC. Selain itu, dia juga pernah merasakan juara Copa Indonesia dan Piala Presiden.

Advertisement

Artinya, koleksi trofinya sangat lengkap. Tapi tak banyak yang tahu jika Firman punya jalan berliku saat merintis karier sebagai pesepak bola di tanah kelahirannya, Manado.

Dalam interview di kanal youtube Mahardika Entertainment, Firman Utina menceritakan perjuangannya.

“Dulu, masih sedikit orang yang mencintai sepak bola. Namun, motivasi saya sebagai anak daerah itu tinggi. Di daerah saya waktu itu, tim sepak bola sudah tidak aktif. Jadi, saya mencari tempat untuk mulai berlatih sepak bola di tempat yang jaraknya agak jauh,” kenangnya.

2 dari 5 halaman

Masa Sulit

Kapten Timnas Indonesia Firman Utina merayakan golnya ke gawang Laos pada partai Piala AFF di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 4 Desember 2010.AFP PHOTO/ADEK BERRY

Waktu itu Firman masih duduk di bangku sekolah dasar. Usianya baru 11 tahun. Dia harus berlatih di kampung lain untuk mengasah bakatnya. Jarak yang ditempuh lumayan jauh. Orang tuanya tidak setuju jika dia menekuni sepak bola sehingga Firman tidak mendapatkan uang untuk transportasi.

“Akses jalan ke tempat latihan waktu itu bisa naik angkot atau perahu untuk menyeberang. Tapi butuh ongkos. Orang tua tidak suka dengan sepak bola. Sehingga saya tidak diberi ongkos tersebut. Namun saya tetap pergi bagaimanapun caranya,” lanjut dia.

Fiman memilih rute menyeberangi sungai dengan menghayutkan diri mengikuti aliran air. Cara yang sangat berisiko. Terutama saat musim hujan. “Arusnya lumayan deras. Saya tempuh dengan jalan kaki sedikit, lalu menghanyutka diri mengikuti arus sungai. Sepatu, baju, dan bola saya masukkan ke dalam kantong plastik agar tidak basah,” jelasnya.

3 dari 5 halaman

Disuruh Jadi Petinju

Penyerang Malaysia, Safee Sali, berusaha melewati kapten Timnas Indonesia, Firman Utina, pada final leg pertama Piala AFF 2010. (AFP/Kamarul Akhir)

Ketika sudah masuk usia remaja, dia terpilih di tim Suratin Persma Manado. Selain itu, dia sudah dapat pemasukan dari tarkam. Namun, restu dari orang tua tetap belum didapatkannya. Meskipun di tahun 1999 dia sudah masuk dalam tim senior Persma Manado.

”Orang tua lebih suka saya jadi petinju. Mungkin tampang seperti saya memang cocok jadi pertinju. Mungkin bagi orang tua saya, tinju sebagai olahraga yang fair. Satu lawan satu. Tapi saya tetap fokus di sepak bola. Restu dari orang tua untuk untuk serius di sepak bola baru saya dapat ketika merantau ke Tangerang untuk bermain di Persita tahun 2001,” imbuhnya.

4 dari 5 halaman

Motivasi dari Sebuah Televisi

Ekspresi eks pemain Timnas Indonesia, Firman Utina saat mendampingi akademinya tampil dalam turnamen di Malang. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Di awal karier sebagai pemain pesepak bola profesional, pendapatan Firman Utina belum menjanjikan. Sebab, dia merupakan pemain muda yang belum memiliki jam terbang. Namun di Persma, mentalnya ditempa pelatih Benny Dollo.

“Gaji pertama saya waktu itu 250 ribu rupiah per bulan. Om Benny bilang, yang bisa merubah jalan hidup ini ya saya sendiri. Karena itu, saya bangun pagi, joging, kerja keras agar bisa sukses di sepak bola,” kenangnya.

Motivasi lain juga didapatkan Firman waktu itu. Dia menyisihkan gajinya selama satu musim untuk membelikan sebuah televisi bagi ibunya. “Waktu itu, ibu saya suka nonton sinetron.

Nontonnya di rumah tetangga. Karena keluarga saya belum punya televisi sendiri. Suatu ketika, ibu saya tidak bisa nonton sinetron karena rumah tetangga itu sudah tutup. Mungkin karena sudah waktunya istirahat karena malam hari. Dari situ saya berupaya untuk memberikan televisi,” imbuhnya.

5 dari 5 halaman

Tinggalkan Manado

Setelah satu tahun bermain, dia baru bisa membelikan ibunya televisi. Dan barang itu masih tersimpan sebagai kenangan awal karier Firman.

“Kalau tidak saya, ketika sudah terkumpul 1,5 juta rupiah, baru saya belikan televisi. Barang ini yang mengingatkan saya di awal karier,” sambungnya.

Ketika keluar dari Manado, Firman mendapatkan kesuksesan besar. Dia berhasil membela tim-tim besar seperti Arema Malang, Persib Bandung, Sriwijaya FC, Persija Jakarta dan lainnya.       

Berita Terkait