3 Alasan Kenapa Lionel Messi Selalu Kesulitan Jadi yang Terbaik di Timnas Argentina

oleh Ario Yosia diperbarui 26 Jun 2019, 11:00 WIB
4. Argentina - Lionel Messi tentu masih penasaran dengan kegagalannya di final Piala Dunia 2014 setelah dikalahkan Jerman. Sudah lama publik negeri tango memimpikan gelar juara setelah era Diego Maradona. (AFP/Alejandro Pagni)

Bola.com, Jakarta - Lionel Messi adalah salah satu pemain terhebat dalam sejarah. Penampilannya untuk Barcelona menggaransi  hal itu. Namun, anomali karier pemain berusia 32 tahun itu terjadi di level tim nasional. Ia tidak pernah sukses bersama Timnas Argentina. 

Fakta menunjukkan bahwa Lionel Messi telah mengoleksi 68 gol dari 133 pertandingan di Tim Tango. Pemain asli Rosario tersebut adalah pencetak gol terbanyak sepanjang masa Argentina, namun pencapaian Messi seperti tak berarti, Los Albiceleste tak pernah juara di era sang pemain.

Advertisement

Rasio gol Messi 0,51 di Argentina, dia mencetak gol untuk Argentina rata-rata satu setiap dua pertandingan dan ini jauh di bawah 0,85 gol/pertandingan saat dirinya bermain di Barcelona.

Dia hanya mencetak enam gol dari 19 pertandingan Piala Dunia dan belum memenangkan trofi utama bersama Argentina. Messi kalah di empat final bersama tim nasional dan ini sangat kontras dengan seabrek trofi di Barcelona. Total ia memenangkan 34 piala utama di sana.

Pertanyaan yang sama di antara para penggemar dan pakar adalah mengapa Lionel Messi tak dapat mentransfer kehebatannya dari level klub ke timnas. Ada sejumlah alasan yang masuk akal mengapa Messi berkinerja buruk di Timnas Argentina. Simak penjelasannya di bawah ini:

Saksikan siaran langsung pertandingan-pertandingan Premier League, La Liga, Ligue 1, dan Liga Europa di sini

2 dari 4 halaman

Argentina Minim Pemain Bagus

Striker Argentina, Lionel Messi dan Paulo Dybala, saat mengikuti sesi latihan jelang laga persahabatan di Moscow, Rusia, Selasa (7/11/2017). Argentina akan berhadapan dengan Rusia dan Nigeria. (AFP/Kirill Kudryavtsev)

Beberapa tahun belakangan bisa dibilang Timnas Argentina kering pemain berkualitas.

Di sektor pertahanan, selain Walter Samuel dan Javier Zanetti, Argentina bisa dibilang tidak memproduksi bek kelas dunia selama 15 tahun terakhir.

Di sisi lain tim Tango hanya memiliki dua gelandang tengah level top dalam rentang waktu yang sama; Juan Roman Riquelme dan Javier Mascherano.

Bandingkan di saat bersamaan Belgia, Prancis, Jerman, Spanyol, Brasil, tak henti-henti memproduksi pemain top.

Lionel Messi menderita dengan situasi ini. Ia harus berjuang sendirian. Permainan Timnas Argentina bisa dibilang gampang ditebak karena hanya mengandalkan Messi seorang. Situasi beda terjadi di Barcelona. Ia bisa fokus di lini ofensif, karena di lini lain klub tersebut punya pemain berkualitas.

3 dari 4 halaman

Pergantian Pelatih yang Terlalu Sering

Striker Argentina, Lionel Messi, menelan kekalahan di laga pertama Copa America 2019. (AP Photo/Natacha Pisarenko)

Lionel Messi membuat debut klub resminya pada Oktober 2004 dan dalam 15 tahun di Barcelona, ​​ia hanya ditangani enam pelatih saja. Rata-rata mereka bertahan selama tiga musim di Tim Catalan. Praktis hanya Tito Vilanova (yang secara tragis didiagnosis menderita kanker hanya satu tahun dalam masa jabatan manajerialnya) dan Gerardo Martino yang lengser lebih cepat karena dinilai gagal menyajikan prestasi.

Sebaliknya, selama 15 tahun bersama tim nasional, Messi telah dipimpin sembilan pelatih, mulai dari Jose Pekerman hingga Lionel Scaloni.

Yang mengejutkan, kesembilan pria yang melatih Messi di Timnas Argentina itu memiliki temperamen yang berbeda-beda.

Sebut saja Diego Maradona yang emosinya labil dan doyan ribut dengan pemain atau Alejandro Sabella yang dikenal santun dalam bertutur kata.

Masing-masing pelatih membawa pola bermain yang berbeda. Ia memakai pemain-pemain yang mendukung strateginya.

Perubahan ini membuat performa Timnas Argentina tak stabil. Tim Tango tidak pernah punya pondasi starting eleven yang bersifat tetap. Buat Messi ini amat mengganggu, karena ia harus beradaptasi dengan rekan baru setiap pelatih baru datang.

4 dari 4 halaman

Tekanan Terlalu Tinggi

Pemain Argentina, Lionel Messi (kiri) dan pemain Kolombia, Davinson Sanchez, berebut bola pada laga Grup B Copa America 2019 di Fonte Nova Arena, di Salvador, Minggu (16/6/2019) pagi WIB. (AFP/Juan Mabromata) AFP

Adalah fakta sepak bola di Argentina hampir merupakan sebuah agama, suguhan permainan indah berbalut fanatisme jadi tontonan sehari-hari.

Kenyataannya selama 28 tahun, Argentina puasa trofi internasional.

Hingga hari ini, Diego Maradona dipuja sebagai dewa di negaranya karena kepahlawanannya membawa pulang Piala Dunia 1986 dan sejak itu, penggemar Argentina berharap munculnya juru selamat baru.

Kedatangan Messi seperti jawaban doa masyarakat Argentina. Ia diharapkan bisa menjadi  Next Maradona.

Tekanan untuk mengembalikan trofi besar yang sudah lama ditunggu-tunggu dan menjadi sebuah pembenaran bagi rekan senegaranya, selalu tampak jelas terlihat saat  Messi keluar dengan mengenakan kostum kebesaran Argentina.

Ia tidak memiliki kebebasan dan ketenangan seperti saat membela Barcelona. Bagus atau jeleknya hasil Argentina selalu dikaitkan dengan Messi. Sementara di Barcelona, tidak selalu demikian.

Sumber: Sportskeeda

 

Berita Terkait