5 Klub Besar Eropa yang Tidak Pernah Angkat Trofi Liga Champions: Ada yang Berpeluang Mengakhirinya Musim Ini!

Roma penuh dengan sejarah dan tradisi sebagai salah satu klub terbesar di Italia. Akan tetapi, kesuksesan mereka belum terulang di Liga Champions. Mereka pernah mencapai final sekali, pada tahun 1984, tetapi kalah dari Liverpool.

Raksasa Italia itu masuk sebagai favorit karena mereka menjadi tuan rumah pertandingan di Stadio Olimpico, tetapi Liverpool menang lewat adu penalti setelah bermain imbang 1-1. Alan Kennedy mencetak gol penentu yang membuat hati orang Italia hancur berkeping-keping.

Mereka baru saja mencapai semifinal pada tahun 2018, tetapi - sekali lagi - Liverpool menghentikan mereka.

The Reds menang dramatis dengan agregat 7-6 setelah memenangkan leg pertama dengan skor 5-2. Bicara soal drama.

Jika Anda bertanya kepada penggemar Tottenham tentang pertandingan paling menyedihkan yang pernah mereka alami, mereka mungkin akan menjawab final Liga Champions.

Pada tahun 2019, mereka melawan segala rintangan untuk mencapai final, mengalahkan Borussia Dortmund dengan agregat 4-0, Man City dengan gol tandang, dan Ajax juga dengan gol tandang.

Lucas Moura mencetak hat-trick dramatis di babak kedua di Amsterdam untuk membawa mereka menghadapi Liverpool di Madrid.

Namun, mereka kalah 2-0 melalui penalti menit pertama Mohamed Salah dan gol telat Divock Origi.

Itu adalah pertandingan yang kejam karena Lilywhites memiliki peluang yang lebih baik, tetapi paceklik trofi mereka berlanjut selama setahun lagi.

Itu adalah satu-satunya kali mereka mencapai final.

Tottenham bukan satu-satunya klub di London Utara yang tidak memenangkan Liga Champions.

Arsenal juga pernah kalah di final, tetapi kekalahan mereka terjadi 13 tahun sebelumnya.

Pada 2006, Arsenal mengalahkan Real Madrid, Juventus, dan Villarreal di babak sistem gugur untuk mencapai pertandingan terbesar musim itu.

Dalam pertandingan melawan Barcelona, ​​mereka memimpin di babak pertama melalui Sol Campbell, tetapi gol-gol di akhir pertandingan dari Samuel Eto'o dan Juliano Belletti membuat mereka harus meninggalkan klub untuk tahun berikutnya.

Lebih buruk lagi bagi Arsenal, setahun kemudian, legenda klub Thierry Henry pergi untuk bergabung dengan Barcelona.

Itulah satu-satunya kali mereka mencapai final, dengan kekalahan di semifinal melawan Man Utd pada tahun 2009 hanya membuat pendukung mereka frustrasi.

Kalah di final Liga Champions sudah cukup buruk, tetapi kalah dari rival terbesar Anda bahkan lebih buruk.

Itu terjadi dua kali pada Atletico Madrid dalam tiga tahun — dan keduanya harus melalui perpanjangan waktu.

Pada tahun 2014, mereka kalah 4-1 setelah perpanjangan waktu. Sergio Ramos mencetak gol penyeimbang yang dramatis pada menit ke-93 untuk membawa pertandingan ke perpanjangan waktu, sebelum Gareth Bale, Marcelo dan Cristiano Ronaldo memastikan kemenangan.

Dua tahun kemudian, Atletico Madrid kalah telak dalam adu penalti. Yannick Carrasco menyamakan kedudukan untuk Atletico pada menit ke-79, tetapi berakhir imbang 1-1 setelah perpanjangan waktu, sebelum Ronaldo terbukti menjadi pahlawan bagi Real Madrid dalam adu penalti.

Mereka telah mencapai tiga final Liga Champions dan kalah di setiap final.

PSG telah menjadi klub Prancis tersukses di abad ke-21. Meskipun dibiayai oleh uang Qatar, mereka telah merekrut beberapa pemain terhebat dunia, termasuk Kylian Mbappe, Neymar, dan Lionel Messi, tetapi mereka masih belum memenangkan Liga Champions.

Pada tahun 2020, mereka mencapai final untuk pertama kalinya. Meskipun memiliki bakat Neymar dan Mbappe, mereka gagal mencetak gol dan kalah 1-0. Setahun kemudian, mereka tersingkir di semifinal oleh Man City.

Klub Inggris itu menang agregat 4-1 untuk mengirim PSG pulang dengan kekecewaan selama setahun lagi.

Kemudian, pada Mei 2024, tim Prancis itu tersingkir di babak semifinal sekali lagi oleh Borussia Dortmund, membuat tim Luis Enrique merenungkan apa yang bisa terjadi lagi. Bahkan uang tidak dapat memperbaiki masalah PSG di kompetisi Eropa.

Sumber: Give Me Sport