Sukses


Kala BAKTI Kominfo Menyambungkan Hati, Menyingkap Rezeki dan Membawa Berkah Abadi bagi Masyarakat Indonesia : Energi Bahagia Tersambungkan

NURUL Sakdiyah terlihat gelisah. Ia duduk di beranda sebuah rumah sembari memasang wajah waswas. Maklum, ia sudah menunggu cukup lama. Kali ini, masalahnya tak sesederhana yang dikira orang.

Nurul bukan sedang mengantre sembako atau sedang menuju ke biliki mandi. Lebih dari itu, Nurul sudah tak bisa menahan perasaan dan ingin meledakkan apa saja isi yang ada di kepalanya.

Bolak-balik dia melihat ke lengannya. Kali ini bukan karena ia gatal digigit nyamuk. Bahkan, ia tak takut lagi sekiranya ada nyamuk yang mengigitnya, dan itu menyebabkan dirinya malaria. Maklum, di tempatnya hidup, malaria memang menjadi sudah menjadi endemik. Tak heran jika di setiap rumah selalu ada kelambu.

Lagi-lagi, Nurul juga tak peduli dengan perutnya yang sudah memanggil-manggil minta diisi. Musik keroncongan yang bermain di perutnya tak bisa menggubris wajah tegangnya. "Biarkan, lebih baik lapar daripada kesempatan hilang," gumam Nurul dalam hati.

Sepuluh menit berlalu, Nurul masih duduk. Ia benar-benar sudah tak tahan. Di tangannya memang ada telepon seluler. Ya, ponsel...Ponsel yang bagi warga sekitar terasa mewah, tapi begitu dibeli belum bisa beroperasi bebas.

Sejumput kemudian, Nurul berdiri lalu berlari. Ia bukan lari pulang, melainkan melajukan kakinya ke arah dermaga. Wajahnya bersungut-sungut ketika berpapasan dengan Pak Sarjiwo, ketua RT setempat, yang baru saja jalan dari ujung dermaga.

Tak sampai semenit, Nurul sudah berada di ujung dermaga. Saat itulah wajahnya berubah menjadi senang dan gembira. Tak ada lagi rona kelam, seperti beberapa menit lalu.

Tapi, di ujung sana Nurul belum selesai. Ia masih harus melakukan 'ritual' lain : memutarkan tangannya yang sedang menggenggam ponsel!. Yup, masalah tak langsung serta merta selesai ketika Nurul ada di ujung dermaga.

Sekitar semenit kemudian, dia bersorak gembira. Setelah sebelumnya memencet deretan angka yang ada di ponsel, terdengar dari speaker ponsel tersebut jawaban "Halo, Assalamu'alaikum,". Sontak, Nurul senang bukan kepalang.

Sejurus kemudian, Nurul asik berinteraksi dengan orang yang suaranya ada di dalam ponsel. Itulah kebiasaan Nurul ketika hari Sabtu pagi, yang tak pernah terlewatkan begitu saja.

Ia harus memanfaatkan dermaga yang menjorok ke arah laut agar bisa mendapatkan sinyal guna menelpon. Maklum, hapenya memang sudah Nokia, barang mewah saat itu, namun sinyalnya yang memang bukan susah-susah mudah, tapi memang susah banget.

Tapi, bagi Nurul, itu adalah kisah beberapa tahun lalu. Apa yang biasa dilakukan Nurul, sudah menjadi tontonan biasa bagi warga setempat. Yup, Nurul hidup di Pulau Setonggeng, sebuah kawasan tak seberapa luas yang masuk daerah Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

=====

Nun jauh di sana ke ujung utara Kepulauan Riau, tepatnya di Pulau Salor dan Kampung Semala, di kabupaten Natuna, keriuhan juga selalu terjadi setiap akhir pekan. Banyak warga, termasuk Mainah, yang biasa dipanggil Umi, berada di area sekitar pantai.

Tentu saja, mereka bukan sedang berlibur. Mainah misalnya, beberapa tahun lalu masih mengingat dirinya harus ke bagian dermaga dan atau pesisir pantai Pulau Salor. Kepentingannya hanya satu, yakni ingin mendengar kabar dari sang putra, Zaid, yang sedang mengadu nasib di Batam.

Ponsel yang dimiliki Mainah nyaris dalam enam hari tak berfungsi. Ia hanya menggunakannya saat akhir pekan tiba. Di pesisir pantai itulah Mainah selalu mendapatkan sinyal. Ia ingat betul, setiap kali berbicara dengan sang putra, suaranya harus sedikit berteriak, efek sinyal yang terkadang muncul, tapi lebih lama hilangnya.

Begitu juga dengan apa yang dialami Zainudin Zuhri. Bapak dua anak ini selalu ke pesisir pantai di sekitar Kampung Semala. Di sana, ia selalu berharap bisa mendapatkan sinyal melalui ponsel. Butuh perjuangan dan kesabaran tingkat tinggi agar bisa melihat 'bar' pada layar ponsel.

Zuhri, sapaan akrabnya, selalu menginginkan ada kabar dari sang putri, Azzahra, yang sedang menuntut ilmu di Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Ia selalu gelisah jika belum mendengar suara Azzahra, anak bungsunya.

Kerja keras mendapatkan sinyal terobati jika sudah berhasil mendengar suara, yang sekaligus ngobrol dengan sang anak. "Bahagia jika dulu bisa seperti itu, sebuah perjuangan yang kini tak perlu lagi se-ekstrem itu," kata Zuhri, saat dihubungi.

==========

Geser ke arah timur Indonesia, tepatnya di Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya. Di desa Hombo Rande, Martha Wanda harus bangun setiap pagi. Ia tak ingin tertinggal kendaraan umum yang akan membawanya ke sekitar pasar Kodi ataupun ke kota Tambolaka.

Ia memang tak setiap hari. Hanya setelah menyelesaikan beberapa rajutan kain, dirinya menuju ke ibukota kecamatan Kodi, ataupun ke Tambolaka. Belum ada alat komunikasi apapun saat itu yang bisa dipakai di desa Hombo Ronde.

Sesekali, ia memang bisa menelpon saudaranya yang ada di Bali, tapi itu harus ke ibukota kecamatan Kodi. Ia perlu mengejar kendaraan umum dan atau menelpon saudaranya demi menjual kain tenun hasil produksinya.

"Dulu saya harus bekerja keras, karena belum ada alat komunikasi seperti ponsel. Kalaupun ada, itu hanya orang-orang di kecamatan, dan itupun tak semua tempat ada sinyal. Maklum, Kodi agak jauh dari Tambolaka, dan banyak hutan, sehingga sinyal belum kuat," jelas Martha.

==========

Kini kisah seperti Nurul, Zuhri, Mainah sampai Martha tak ada lagi yang sengsara. Artinya, tak ada lagi kendala alat komunikasi. Semua kisah di atas terjadi beberapa tahun lalu, ketika belum ada sinyal lancar yang masuk ke daerah mereka.

Martha misalnya, kini semakin mudah menghubungi siapapun di luar sana, ataupun dirinya yang dihubungi, untuk transaksi kain tenun. Tak sekadar transaksi, ia juga sangat mudah mencari segala macam informasi yang diperlukan, sehingga bisa menjual kain tenun relatif lebih mudah.

Begitu juga dengan Nurul. Kini, ketika di sekitar Pulau Setonggeng sudah ada sinyal kuat, meskipun BTS-nya tak ada di daerahnya, kisah asmaranya terus berlanjut. Bahkan, menurut rencana, Nurul akan segera menikah dengan pria pujaan hati. "Bahkan kami berpikir mengirim undangan via jalur media sosial seperti WhatsApp saja, desainnya sudah ada, dan itu hasil mencari atau browsing di internet," sebut Nurul, yang kini sudah menggenggam produk terbaru sebuah brand ponsel pintar.

Cerita serupa juga menjadi milik Mainah. Rangkaian kejadian di awal tulisan, terjadi sebelum adanya pembangunan BTS di sekitar wilayahnya. Baginya, keberadaan lancarnya komunikasi benar-benar bisa menjadi saran menyambungkan hati, bukan hanya dirinya tapi juga seluruh masyarakat yang kini sudah bisa menikmati lancarnya akses informasi. Kendala memang masih ada, terutama kebutuhan bandwidth, yang mungkin masih harus ditingkatkan.

Bagi Martha, dan mungkin ini curhatan seluruh masyarakat yang mendapatkan manfaat dari keberadaan sinyal serta internet, semua fasilitas yang tersedia sekarang sangat membantu. Setidaknya, akses komunikasi yang lancar sudah pasti membawa berkah rezeki yang semakin terbuka lebar.

==========

Apa yang dirasakan Zuhri, Mainah, Nurul dan Martha adalah simbol kebahagiaan dari masyarakat yang selama ini mungkin tak pernah membayangkan beragam kemudahan bisa terjadi ketika akses sinyal komunikasi dan internet bisa menyapa mereka. Bukan semata kebetulan, tetapi semua itu berkat kerja keras dari seluruh aparat pemerintahan, terutama mereka yang membidani program pengembangan komunikasi kawasan terluar.

Kebahagiaan empat orang tersebut di atas seolah mewakili apa yang dirasakan seluruh rakyat dengan kenikmatan seperti itu, baik dari ujung Pulau Rote sampai ujung utara di Natuna. Terciptanya kebahagiaan mereka menjadi bukti dari keberhasilan secara tulus kerja-kerja yang dilakukan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia.

BAKTI Kominfo memang terus berusaha menggencarkan program menaungi bumi Nusantara dengan fasilitas komunikasi modern. Setidaknya, program ini menyasar perluasan akses internet di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Jika dikorelasikan dengan teori dasar akademik, beragam program yang dilakukan BAKTI Kominfo selaras dengan penelitian yang berjudul 'Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Perubahan Sistem Komunikasi Indonesia', yang ditulis Detya Wiryany, Selina Natasha dan Rio Kurniawan. Ketiganya berasal dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia Membangun Bandung dan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura.

Mereka menyatakan, perkembangan komunikasi dipengaruhi sistem sosial dari suatu negara. Dulunya, bentuk komunikasi kekhasan terwujud karena keragaman etnis, adat, istiadat serta perbedaan desa-kota. Walhasil, sistem komunikasi di Indonesia secara geografisnya terbagi menjadi dua, yaitu sistem komunikasi pedesaan dan sistem komunikasi perkoataan.

Dalam pola komunikasi yang dilakukan manusia meskipun hidup di sebuah pulau yangcukup terpencil, maka esensi hidup mereka membutuhkan interaksi dan komunikasi. Apalagi perkembangan teknologi komunikasi membawa pengaruh langsung atas kehidupan manusia itu sendiri.

Pada posisi inilah komunikasi menjadi sangat berperan penting sebagai salah satumanifestasi memenuhi kebutuhan manusia. Temuan dan teori inilah yang bisa jadi merupakan pijakan bagi BAKTI Kominfo untuk melakukan penetrasi secara masif ke seluruh kawasan 3T tadi.

Dirut BAKTI Kominfo, Fadhilah Mathar, beberapa waktu lalu mengungkapkan sebuah memori. Ia mengingat sebuah kasus yang sempat viral di Indonesia terkait kesenjangan akses komunikasi, khususnya penggunaan internet.

Kesenjangan itu terjadi pada 2019. Saat itu, siswa sekolah di sejumlah wilayah 3T tidak bisa melaksanakan ujian nasional berbasis komputer bersamaan dengan sekolah di Pulau Jawa. Fadhilah menegaskan, selain menghadirkan akses internet, melakukan edukasi literasi digital di wilayah 3T juga menjadi tugas BAKTI, di mana pengetahuan terkait internet belum sebanyak masyarakat di perkotaan.

Pengetahuan soal internet yang minim juga menjadi atensi program BAKTI Kominfo tersebut. Maklum, karena sudah tersambung dengan internet, beberapa kehebohan bisa juga terjadi. Misalnya, ketika seorang ibu terkoneksi dengan anak yang sudah 7 tahun tak pulang lewat teknologi video call.

Kala sang ibu melihat wajah sang putra di layar ponsel, semuanya terkejut. Bahkan, melihat wajah sang anak di layar hape membuatnya berpikiran hal mistis. Sang ibu mengira anaknya sudah tiada karena bertahun-tahun tidak pernah pulang. Namun, berkat akses internet yang semakin mudah, kapanpun ingin berkomunikasi, semuanya bisa berjalan lancar.

Secara khusus, BAKTI Kominfo benar-benar menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi di jalur 3T. Tak sekadar di Tambolaka, Waingapu atau Natuna, melainkan sejumlah daerah lain di titik-titik 'blankspot', menjadi incaran serius. Setidaknya, BAKTI Kominfo sudah melakukan itu bergerak cepat mengadakan sejumlah program yang mencakup Palapa Ring, BTS 4G, Satria-1, hingga Akses Internet.

Secara umum, Palapa Ring merupakan proyek pembangunan tulang punggung kabel serat optik nasional sepanjang 12.148 kilometer. Rencananya, program ini terdiri dari kabel optik darat dan bawah laut, serta segmen jaringan radio microwave sebanyak 55 hop.

Proyek Palapa Ring ini sanggup mengoneksikan 90 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, dengan 57 kabupaten/kota layanan dan 33 kabupaten/kota interkoneksi. Sementara itu, Satria-1 telah mencapai slot orbit 146 derajat Bujur Timur, berada di ketinggian 36 ribu kilometer di atas Papua. Satelit internet yang nantinya akan melayani 37 ribu titik di wilayah 3T itu ditargetkan beroperasi mulai Desember 2023.

Tak hanya membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T), BAKTI Kominfo selalu punya mimpi untuk Indonesia, terutama benefit bagi masyarakat.

Seperti diketahui, Bakti memegang peranan penting dalam membantu pemerataan konektivitas di daerah pelosok tanah air yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah. Namun ada landasan program lain yang kini menjadi konsentrasi, yakni transformasi digital.

Transformasi digital menjadi bagian dari lingkaran mengentaskan kesenjangan digital. Caranya, kehadiran infrastruktur telekomunikasi di 3T menjadi bukti nyata yang kini sudah mulai dirasakan.

Contohnya sudah ada di bagian awal tulisan ini. Martha bisa berjualan sehingga menambah rezeki, Zuhri dan Nurul yang bisa memantau atau menyambung hati, serta Mainah yang dengan simpel bisa berbincang dengan sang putra.

Apa yang ada di empat orang tersebut menjadi bagian dari cakupan ekosistem, meskipun itu bukan hal utama, karena yang terpenting adalah konektivitas dan akses. Tapi, BAKTI Kominfo tetap menjadikan banyak sentra produktif sebagai sasaran literasi digital.

Bagi BAKTI Kominfo, lanjut Fadhilah Mathar, yang mereka kejar adalah Indonesia Maju, dengan kekuatan ekonomi besar di dunia, setidaknya bisa peringkat empat atau lima di tahun 2045.

Hasrat Fadhilah Mathar bukan tanpa dasar. Data BPS dan Kominfo, desa-desa yang mengadopsi digital memiliki kerangka potensi pertumbuhan ekonomi lima kali lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Hal itu dimungkinkan karena masyarakat di pedesaan sebagai first mover sehingga memiliki ruang pertumbuhan yang lebih besar.

Artinya keberadaan internet, infrastruktur, dan akuisisi ilmu pengetahuan menjadi hal penting dari lajutnya BAKTI Kominfo ini. Jika itu terjadi dan lancar, produktivitas bisa didorong dengan lebih baik, dan bisa mengembangkan transformasi digital.

Fadhilah Mathar membeberkan data, transformasi digital akan berpengaruh 0,7 - 1 persen dari CAGR (Compounded annual growth rate) pertumbuhan ekonomi dan mengharapkan dengan inklusif ini desa-desa juga memberikan kontribusi kepada growth Indonesia. Dasar statistiknya, jika inign Indonesia maju, minimal di angka 6 persen dan idealnya 6,2 - 6,5 persen per tahun.

Terbukti, realisasi dan percepatan beragam program BAKTI Kominfo sanggup memberi banyak benefit. Tak sekadar persebaran merata infrastruktur, melainkan juga bisa menyokong sisi psikologi masyarakat Indonesia. Jadi, siapa lagi yang akan merasakan cerita seperti Mainah, Zainudin, Martha dan Nurul? Sudah pasti puluhan juta cerita akan tersaji, baik dari sisi menyambung hati, membuka pintu rezeki dan atau berkah abadi.

Tabik

Video Populer

Foto Populer