Bola.com, Jakarta - Marcus Rashford pernah berjanji untuk menjadi pemain MU seumur hidup. Namun, perjalanan kariernya di Old Trafford berakhir lebih cepat dari yang dibayangkan, dengan kepindahannya ke Aston Villa meninggalkan kekecewaan mendalam di kalangan fans Setan Merah.
Rashford pertama kali mencuri perhatian dunia sepak bola ketika tampil gemilang di Liga Europa bersama MU. Sejak saat itu, ia langsung dicintai oleh para penggemar di Old Trafford.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai produk akademi klub, Rashford berkembang menjadi satu di antara pemain kunci MU, mencetak gol-gol penting, dan menjadi harapan masa depan klub. Namun, kisah indahnya berubah drastis dalam beberapa musim terakhir.
Penurunan performa di lapangan, dikombinasikan dengan berbagai perselisihan dengan manajer, membuatnya perlahan kehilangan status sebagai pahlawan di Old Trafford.
Berita Video, Bayern Munchen berhasil meraih kemenangan kontra Holstein Kiel pada Sabtu (1/2/2025)
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Cap Baru
Alih-alih menjadi legenda klub seperti yang diimpikan, Marcus Rashford kini malah dicap sebagai "penjahat".
Bahkan, kepindahannya ke Aston Villa memunculkan permainan kata yang menyakitkan bagi penggemar: dari "hero" menjadi "Villan"—pelesetan dari nama klub barunya.
Yang paling mengecewakan adalah, Rashford sebenarnya merupakan pemain akademi yang sukses menembus tim utama, sesuatu yang selalu dibanggakan oleh klub dan penggemar.
Namun, kepergiannya justru meninggalkan rasa tidak nyaman bagi semua pihak yang pernah mendukungnya.
Advertisement
Cinta dan Loyalitas
Kendati tindakannya di lapangan mulai dipertanyakan, Rashford tak pernah berhenti menyatakan cintanya kepada MU.
Bahkan, dalam sebuah artikel autobiografi yang ia tulis untuk The Players' Tribune pada Februari 2024, ia kembali menegaskan loyalitasnya kepada klub.
"Jika seseorang mempertanyakan komitmen saya terhadap Manchester United, saat itulah saya harus angkat bicara. Itu seperti seseorang mempertanyakan identitas saya dan segala yang saya perjuangkan sebagai individu," ucapnya ketika itu.
Rashford juga mengenang bagaimana keluarganya rela menolak tawaran finansial besar saat ia masih muda demi melihatnya mengenakan lambang Setan Merah di dadanya.
"Beberapa klub menawarkan kami sejumlah uang yang dapat mengubah hidup kami. Kami bisa membeli rumah, memiliki mobil di garasi, dan mengubah kehidupan keluarga kami. Saat itu, ibu dan saudara laki-laki saya bekerja sangat keras. Mereka punya banyak alasan untuk mengatakan kepada saya, 'Ambil saja tawaran ini'," lanjutnya.
Janji yang Tak Terpenuhi
Walau kata-kata Rashford terdengar penuh komitmen, kenyataannya di lapangan berbicara sebaliknya.
Dalam kesempatan lain, Rashford juga pernah berjanji kepada para penggemar bahwa ia akan membantu Setan Merah kembali ke tempat yang seharusnya, yakni bersaing di puncak sepak bola Eropa.
"Saya berjanji kepada Anda, dunia belum pernah melihat yang terbaik dari tim United ini dan para pemainnya. Kami ingin kembali bermain di Liga Champions, lalu mengikuti turnamen internasional besar di akhir musim. Kami akan kembali ke tempat yang seharusnya. Kami hanya perlu terus bekerja keras, dan itu dimulai dari saya," ucap Rashford.
Namun, pernyataan "terus bekerja keras" yang diucapkannya justru berbanding terbalik dengan kenyataan.
Satu di antara alasan utama Ruben Amorim tidak lagi memercayainya adalah karena etos kerjanya dalam latihan yang dipertanyakan.
Advertisement
Kesempatan yang Hilang
Sepanjang kariernya di MU, Rashford telah berbicara banyak, tetapi tidak cukup bertindak untuk mendukung kata-katanya.
Pada akhirnya, waktu mengejar dirinya, dan kesempatannya untuk memperbaiki citranya di Old Trafford telah hilang.
Kepergian Rashford ke Aston Villa dengan harga yang relatif rendah juga menambah kekecewaan para penggemar. Banyak yang merasa bahwa MU seharusnya mendapatkan lebih banyak keuntungan dari transfer ini, baik dari segi nilai jual maupun dampak olahraga.
Namun, harus diakui bahwa Rashford telah diberikan berbagai kesempatan untuk membuktikan dirinya, dan ia gagal memanfaatkannya.
Kini, warisan Rashford di MU telah tercoreng. Dari seorang anak muda yang diharapkan menjadi ikon klub, ia justru meninggalkan klub dalam keadaan yang jauh dari ideal.
Pada akhirnya, Rashford hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. Seperti pepatah yang mengatakan, 'tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata'.
Sumber: Berbagai sumber