Bola.com, Jakarta - Kontroversi mengenai peran wasit di Liga Inggris kembali mencuat setelah keputusan kartu merah Myles Lewis-Skelly. Perdebatan soal wasit dan VAR kini menjadi isu besar dalam sepak bola Inggris.
Kartu merah yang diterima Myles Lewis-Skelly dalam pertandingan Arsenal melawan Wolves (25-1-2025) menjadi pusat perhatian.
Baca Juga
Advertisement
Keputusan wasit Michael Oliver menuai kritik tajam dari para penggemar dan media, hingga membuat badan pengawas wasit, PGMOL, harus turun tangan untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari ancaman.
Marah kepada wasit tampaknya telah menjadi hal yang lazim dalam sepak bola modern. Namun, apakah ini benar-benar kesalahan wasit, atau hanya cerminan dari masalah yang lebih besar?
Berita Video, komentar Jonatan Christie setelah berhasil meraih kemenangan di semifinal Indonesia Masters 2025 pada Sabtu (25/1/2025)
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Masalah Kepercayaan pada Sistem
Sebagian besar penggemar sepak bola memiliki ingatan tajam tentang "kesalahan" wasit yang dianggap merugikan tim favorit mereka.
Kisah seperti "Darren Bond selalu berpihak kepada lawan kami" sering kali dianggap serius, menjadikan wasit sebagai simbol ketidakpuasan.
Hal ini mengungkapkan realitas yang mengkhawatirkan: kurangnya kepercayaan pada sistem pengelolaan pertandingan.
PGMOL, badan pengawas wasit di Inggris, beroperasi sebagai entitas independen, tidak berada di bawah kendali FA atau Premier League. Hal ini menciptakan rasa ketakberdayaan dalam hal pengawasan kualitas dan akuntabilitas.
Solusi yang mereka tawarkan biasanya berupa penambahan teknologi dan transparansi, seperti VAR atau membuat keputusan wasit lebih terbuka di lapangan. Namun, intervensi berlebihan ini justru sering memperburuk situasi.
Advertisement
VAR: Solusi atau Masalah Baru?
VAR, yang dulu dianggap sebagai penyelamat, kini justru menjadi sumber kontroversi baru.
Proses pengambilan keputusan yang membutuhkan waktu lama untuk memeriksa sudut kamera dan menganalisis setiap frame membuat permainan kehilangan kesinambungan dan emosinya.
Wasit tidak lagi hanya dianggap sebagai pengarah permainan, tetapi juga simbol kontrol yang memicu rasa bahwa sepak bola telah kehilangan alaminya.
Solusi yang Ditawarkan
Apa solusi untuk masalah ini? Beberapa pihak, seperti jurnalis The Guardian, Jonathan Liew, menyarankan pengurangan peran wasit.
Hilangkan VAR, tetap gunakan teknologi esensial seperti garis gawang, dan biarkan permainan mengalir secara alami.
Pendekatan ini tidak hanya akan mengurangi tekanan pada wasit, tetapi juga mendorong permainan yang lebih positif daripada terus bergantung pada keputusan ruang kontrol.
Hanya, meski peran wasit tidak lagi menjadi fokus, hal ini tidak akan menyelesaikan masalah mendasar dalam sepak bola: harga tiket yang terus naik, dominasi pemilik klub, dan ketakharmonisan antara penggemar dan olahraga itu sendiri.
Kemarahan terhadap wasit, pada beberapa level, merupakan refleksi dari frustrasi yang lebih luas.
Daripada terus menyalahkan wasit, sepak bola membutuhkan reformasi menyeluruh untuk mengembalikan kepercayaan dan emosi para penggemar.
Mungkin, langkah pertama yang bisa diambil adalah melihat wasit sebagai manusia, bukan sekadar “kambing hitam” dari masalah yang lebih besar.
Â
Sumber: The Guardian
Advertisement