Sukses


3 Gelandang Asing Terbaik PSM yang Bersinar di Kompetisi Indonesia

Bola.com, Makassar - Sejak era penyatuan Perserikatan dengan Galatama menjadi Liga Indonesia pada 1994, PSM Makassar tetap eksis di jajaran klub papan atas Tanah Air. Juku Eja tercatat meraih trofi juara pada 1999-2020, lima kali menjadi runner-up (1995-1996, 2000-2001,2003,2003 dan 2018) serta berjaya di Piala Indonesia 2018-2019.

Dalam kurun waktu itu, PSM Makassar juga selalu melahirkan pemain yang bersinar di kompetisi Indonesia. Termasuk deretan gelandang asing yang pamornya mewarnai kompetisi di Indonesia. Mereka adalah Luciano Leandro (Brasil/1995-1998), Carlos de Mello (Brasil/1999-2001) dan Wiljan Pluim (Belanda/2016-sampai sekarang).

Sejatinya, PSM pernah memiliki gelandang asing yang tak kalah bagus seperti Ronald Fagundez (Uruguay/2003-2006) dan Ali Khaddafi (Togo/2007-2009). Tapi, peran mereka tidak sesentral ketiga nama di atas.

Sebagai gelandang pengatur serangan, Luciano, Carlos dan Pluim membuktikan kapasitas mereka dengan menjadi pembeda di PSM. Kalau mereka tampil dengan kemampuan terbaik, peluang Juku Eja memenangkan pertandingan sangat besar.

Dengan kata lain, ketergantungan PSM Makassar pada mereka terbilang tinggi.Tak hanya jadi pembeda, aksi ketiganya selalu menjadi hiburan tersendiri. Bukan hanya suporter PSM tapi juga dari kubu lawan. Berikut analisis sepak terjang mereka versi Bola.com. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 4 halaman

1. Luciano Leandro

Luciano Leandro pernah mendapat julukan 'penyihir di lapangan hijau'. Gocekan dan umpannya yang terukur kental mewarnai penampilan PSM, klub pertamanya di Indonesia.

Prestasi terbaik Luciano di PSM hanya membawa Juku Eja meraih runner-up Liga Indonesia 1995-1996. Tapi, raihan itu tetap dikenang sampai saat ini.

Bersama dua kompatriotnya dari Brasil, Jacksen Tiago dan Marcio Novo, Luciano menjadikan PSM menjadi tim paling ditakuti musim itu. Karakter keras, ngotot plus teknik ala Luciano jadi andalan PSM. Hal ini dimungkinkan karena mayoritas materi tim saat itu adalah pemain asli Makassar.

Duel kontra Persipura pada semifinal Liga Indonesia 1995-1996 membawa kesan mendalam buat Luciano dan suporter PSM. Kala itu, PSM sempat tertinggal 1-3 sampai 15 menit terakhir. Tapi, semangat dan militansi yang tak pernah hilang sepanjang pertandingan membuat Juku Eja mampu membalikkan keadaan menjadi 4-3.

Luciano mencetak satu gol dan satu assist pada pertandingan itu. Prestasi terbaik Luciano memang terjadi saat mengantar Persija Jakarta, juara Liga Indonesia 2000-2001. Tapi, kiprahnya bersama PSM tetap membekas di hati suporter PSM sampai saat ini.

 

3 dari 4 halaman

2. Carlos de Mello

Carlos de Mello adalah tipikal gelandang komplet yang pernah beredar di Indonesia. Pemain berdarah Brasil ini tak hanya piawai mengalirkan bola tapi juga memotong serangan lawan.

Bersama PSM, Carlos meraih trofi juara Liga Indonesia musim 1999-2000. Ini merupakan gelar kedua setelah ia membawa Persebaya Surabaya berjaya pada musim 1996-1997 plus menjadi pemain terbaik pada musim sama.

Kelebihan utama Carlos adalah piawai membaca arah bola dan jeli melihat celah kelemahan lawan. Ia juga memiliki tendangan bebas mematikan yang kerap berbuah gol.

Meski bertubuh tambun dan terkesan lamban, Carlos pantas disebut pemain kunci di PSM. Lewat umpan terukurnya, duet striker lokal, Kurniawan Dwi Yulianto dan Miro Baldo Bento, masuk dalam daftar top skorer pada musim itu.

Di lini tengah, Carlos ditopang oleh Yuniarto Budi dan Bima Sakti. Dua gelandang petarung ini meringankan kerja Carlos sebagai playmaker tim. Kolaborasi ketiganya mewarnai penampilan PSM sepanjang musim. Keberhasilan Bima Sakti menjadi pemain terbaik musim itu diyakini tak lepas dari kematangan Carlos sebagai mentor juniornya itu.

 

4 dari 4 halaman

3. Wiljan Pluim

Wiljan Pluim adalah gelandang terbaik PSM pada era Liga 1. Cara bermainnya hampir mirip dengan Luciano Leandro. Serangan PSM mayoritas berawal dari Pluim yang memang memiliki gocekan dan umpan terukur di atas rata-rata.

Itulah mengapa, setiap kali tampil bersama PSM, mantan pemain Vitesse Arnhem ini selalu menjadi incaran pemain lawan untuk dimatikan. Dengan mematikan pergerakan Pluim dianggap sama dengan mengurangi separuh kekuatan PSM. Alhasil, sepanjang memperkuat PSM, Pluim selalu dibayangi ancaman cedera yang menghambat penampilannya.

Sejak Liga 1 2017, Wiljan hanya tampil pada 32 partai dengan koleksi 12 gol. Musim lalu, Pluim malah mengakhiri kiprahnya sebelum kompetisi berakhir karena cedera pergelangan kaki.

Meski begitu pada musim 2019, Pluim menjadi aktor penting dibalik sukses PSM meraih trofi juara Piala Indonesia 2018-2019. Pencapaian yang sekaligus memupus dahaga gelar PSM sejak 2000.

 

Video Populer

Foto Populer