Pasang Surut PSS Sleman, Kiprah Si Elang Jawa di Persepakbolaan Indonesia

oleh Vincentius Atmaja diperbarui 09 Apr 2020, 07:15 WIB
PSS Sleman Logo (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Sleman - PSS Sleman kini boleh bangga sebagai tim terbaik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tim berjulukan Elang Jawa ini menjadi satu-satunya tim asal DIY yang bersaing di kasta tertinggi Liga 1 2020.

Tim yang mempunyai warna kebesaran hijau, PSS Sleman menjadi satu di antara sejumlah kekuatan sepak bola Indonesia. Terutama dalam dua tahun terakhir, PSS mampu membuktikan diri sebagai tim yang bukan kacangan.

Advertisement

Setelah menjuarai Liga 2 pada 2018, PSS langsung meroket pada musim perdananya di kasta tertinggi. Berkat tangan dingin Seto Nurdiyantoro dan kekompakan para pemain, PSS mampu menyegel peringkat delapan di klasemen akhir Liga 2019.

Untuk bisa menjadi seperti sekarang ini, PSS melewati lika-liku kompetisi Liga Indonesia sejak awal 1980 dengan tidak mulus. Predikat sebagai tim lokal yang hanya jago kandang, lama disandang tim kebanggaan bumi Sembada itu.

Meski tergolong tim muda, didirikan pada 1976, perjalanan panjang dilalui klub berjulukan Elang Jawa hingga menikmati prestasi seperti saat ini. Proses yang panjang dan jatuh bangun dihadapi tim dari Kabupaten paling Utara DIY itu.

Bola.com merangkum sepak terjang PSS Sleman di persepakbolaan Indonesia, dengan proses timbul tenggelam. Sempat tertatih-tatih, hingga menjelma sebagai tim besar.

 

Video

2 dari 5 halaman

Awal Perjuangan

Slemania, pendukung PSS Sleman. (Bola.com/Robby Firly)

PSS Sleman baru didirikan jauh sesudah lahirnya tim utama di wilayah Yogyakarta, yakni PSIM. Berada di bawah bayang-bayang PSIM, membuat PSS cukup lama berkutat di kasta bawah pada awal masa pembentukan klub.

PSS memulai perjuangannya dalam Kompetisi Divisi II PSSI pada 1979. PSS lebih banyak menghadapi saudara-saudaranya di wilayah DIY, seperti Persiba Bantul, Persikup Kulon Progo, dan Persig Gunung Kidul.

Perlahan namun pasti, PSS merangkak naik ke level regional termasuk bertemu tim-tim Jawa Tengah. PSS kerap bersua tim perserikatan yang tidak kalah hebat dari wilayah lain. Seperti PSIR Rembang, Persijap Jepara, dan Persibat Batang.

Beberapa kali pula PSS gagal melaju ke babak berikutnya atau tingkat nasional. Prestasi PSS cukup stagnan pada era tersebut. PSS masih kesulitan menembus kompetisi yang lebih tinggi.

Membutuhkan penantian 17 tahun bagi PSS untuk keluar dari kasta terendah. Pada tahun 1996, PSS menjadi juara kompetisi Divisi II wilayah DIY. Berikutnya bergabung dengan perserikatan wilayah Jateng bahkan menjadi juara.

Tiket promosi ke kasta kedua atau Divisi I dapat diraih. PSS tampil pertama kali di kompetisi Divisi I pada 1997 hingga 1999. Secara perlahan PSS mampu bersaing dengan tim-lain untuk terus menguji eksistensinya.

 

3 dari 5 halaman

Tonggak Sejarah

Para pemain PSS Sleman merayakan kemenangan yang diraih atas Madiun Putra FC dengan skor 1-0 di Stadion Wilis, Madiun. (Bola.com/Robby Firly)

Masa kejayaan sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi PSS Sleman akhirnya datang memasuki era milenium. Pada 2000, untuk pertama kalinya PSS mampu lolos ke kasta Divisi Utama yang saat itu bernama Liga Bank Mandiri.

PSS mampu sejajar dengan tim tetangga, PSIM Yogyakarta untuk bersaing ketat. Banyak potensi muda yang dicetak PSS dalam mengarungi kompetisi saat itu.

Nama-nama produk lokal Sleman naik daun. Seperti Muhammad Eksan, Kahudi Wahyu, Muhammad Ansori, hingga Didik Tri Yulianto. Tampil dengan kekuatan seadanya, nyatanya PSS mampu bertahan hingga beberapa musim berikutnya.

PSS makin memesona pada musim-musim setelahnya, berkat keseriusan manajemen dan pengurus klub saat itu. Tidak hanya pelatih, PSS juga melahirkan pelatih berbakatnya, satu diantaranya adalah Suharno.

 

4 dari 5 halaman

Menjadi Kuda Hitam

Nova Arianto (kanan) terkendala cedera di Piala Kemerdekaan 2015 (Bola.com/Robby Firly)

Tim yang memiliki logo candi ini bertambah moncer saat manajemen klub mulai berani berinvestasi pemain asing pada musim keduanya. PSS Sleman dihuni sejumlah pemain asing berkualitas.

PSS sempat bertransformasi menjadi satu DIY dan berubah menjadi PSS Yogyakarta dan berkandang di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta yang merupakan markas PSIM. Hal itu karena Stadion Tridadi tidak mampu menampung animo penonton.

Sederet nama pemain yang mencuri perhatian didatangkan oleh PSS. Mauli Lessy, Nova Arianto, Aceng Juanda, hingga striker asal Sumatera Utara yang pernah bersinar, Colly Misrun, menjadi kekuatan PSS. Ditambah sosok putra daerah asli yang loyal, yakni Seto Nurdiyantoro.

Sementara Jaldecir Deca dos Santos, Anderson da Silva, dan Marcelo Braga menjadi trio ekspatriat andalan PSS yang mampu menyihir para pendukung. PSS disebut-sebut menjadi tim kuda hitam pada era itu, dengan menembus babak empat besar Piala Liga Indonesia.

 

5 dari 5 halaman

Penantian Panjang

Pemain dan ofisial PSS Sleman diarak setelah menjuarai Liga 2 2018. (Bola.com/Vincentius Atmaja)

PSS Sleman mendapat kado istimewa dari Pemerintah Kabupaten Sleman, berupa pembangunan Stadion Maguwoharjo. Stadion modern tanpa lintasan atletik, dengan kapasitas besar untuk pertama kalinya dibangun di Indonesia.

Meski sempat menggunakan Stadion Maguwoharjo untuk markasnya di level Divisi Utama, PSS harus menerima kenyataan kembali ke kasta kedua pada 2008, atau ketika PSSI menggulirkan ISL dan PSS gagal masuk.

Cukup lama PSS berkutat di level kedua. Bahkan PSS bersama PSIS Semarang juga pernah harus melakukan peristiwa memalukan 'sepak bola gajah' pada musim 2014. Beruntung PSS masih diperbolehkan tetap tampil di Divisi Utama.

Penantian panjang pun berakhir pada 2018. Kejelian pelatih Seto Nurdiyantoro, ketajaman Cristian Gonzales, hingga dukungan penuh suporter yang tak kenal lelah, membuat PSS menorehkan prestasi gemilang.

Gelar juara Liga 2 2018 diraih PSS dengan mengalahkan Semen Padang 2-0 di partai final. Tiket promosi ke Liga 1 sudah dalam genggaman hingga di musim keduanya saat ini.

Berita Terkait