Sukses


4 Klub Indonesia Paling Kejam soal Pemecatan Pelatih

Bola.com, Jakarta - Kegagalan menyajikan prestasi kerap dijadikan alasan bagi sebuah klub memecat seorang pelatih di Indonesia. Bahkan tak perlu menunggu kompetisi usai digelar, cerita pelatih diberhentikan di tengah jalan kerap mencuat ke permukaan.

Sistem kontrak jangka pendek hanya setahun membuat jarang ada pelatih bisa bertahan lama di klub-klub Tanah Air. Apalagi plus ditambah ekspektasi begitu tinggi dari masing-masing klub yang terkadang tak masuk akal, membuat pelatih selalu jadi bulan-bulanan penghakiman sebuah kegagalan.

Di Indonesia kultur sepak bolanya terhitung unik. Hampir semua klub yang berlaga di pentas kompetisi selalu memasang target juara, walau jika dilihat dari kekuatan finansial dan materi skuat, hitungannya tak istimewa.

Di ajang Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by Ooredoo, sudah dua pelatih jadi korban pemecatan. Luciano Leandro dan Stefan Hansson dipaksa menepi dari kursi pelatih PSM Makassar dan Persela Lamongan yang performanya melempem di awal musim kompetisi

Bola.com mencatat ada sejumlah klub yang terhitung kejam dalam urusan pecat-memecat pelatih. Klub-klub mana saja yang sering melengserkan nakhodanya?

Persija Jakarta

Bambang Nurdiansyah, hanya bertugas sebagai pelatih di Persija hitungan dua bulan saja. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Bukan rahasia lagi, tekanan tinggi dirasakan pelatih yang menukangi Persija Jakarta. Bermarkas di Jakarta, membuat Tim Macan Kemayoran selalu jadi objek perhatian pencinta sepak bola Tanah Air.

Seorang pelatih selalu dituntut menyajikan prestasi. Kelompok suporter The Jakmania dikenal kritis menilai performa tim kesayangan. Kritikan mereka biasanya didengar manajemen klub.

Persija dikenal klub yang amat kejam dalam menilai kinerja pelatih di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, periode 1997-2007. Bang Yos, yang dikenal royal menggelontorkan dana bantuan ke Tim Oranye, dikenal sebagai sosok tangan besi.

Ia yang berstatus Pembina Persija tak ragu-ragu memerintahkan manajemen klub untuk memecat seorang pelatih yang gagal menyajikan prestasi. Pada periode kepemimpinan Bang Yos, pelatih Persija hampir selalu berganti di tiap musimnya.

Pada Liga Indonesia 2004 tanpa ragu-ragu manajemen Persija memberhentikan pelatih asal Argentina, Carlos Cambon, saat pertengahan musim karena sang mentor dinilai banyak menuntut ke manajemen. Padahal saat Cambon lengser, posisi Persija di papan atas dan punya peluang besar jadi juara kompetisi kasta elite.

Padahal untuk menggaet Cambon, Persija mengeluarkan dana besar. Manajer tim, IGK Manila, dikirim Sutiyoso ke Argentina untuk berburu pelatih dan pemain-pemain asing.

Nasib apes juga dialami oleh Arcan Iurie pada musim 2005. Pelatih asal Moldova tersebut sukses mengantarkan Persija jadi runner-up Liga Indonesia dan Piala Indonesia. Hanya, pencapaian itu dianggap belum cukup oleh Bang Yos. Persija yang punya anggaran belanja pemain paling besar saat itu (menembus Rp 20 miliar)  tanpa ampun membuat Arcan angkat kaki.

Penerus Iurie, Rahmad Darmawan (2006), Sergei Dubrovin (2007-2008), Benny Dollo (2008-2009) juga mengalami nasib kurang lebih sama. Budaya gonta-ganti pelatih di Tim Macan Kemayoran berlanjut di era Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, hingga kini Ferry Paulus, yang jadi Presiden Persija.

Situasinya pun terasa lebih rumit. Jika dulu, Persija kaya raya dengan bantuan uang rakyat APBD, kini klub limbung keuangan.

Jika dulu ekspektasi tinggi diiringi dukungan finansial, sehingga pelatih dengan mudah membangun tim dengan isi skuat pemain-pemain top. Saat ini Persija yang kering pendanaan menuntut pelatih menyajikan prestasi dengan kondisi minimalis.

Iwan Setiawan jadi korban pada musim Indonesia Super League 2013. Sang pelatih dipaksa lengser dari jabatannya di tengah musim karena posisi klub berada di posisi juru kunci klasemen. Manajemen Persija yang dipimpin Ferry Paulus tidak tahan suara bising kritikan The Jakmania.

Iwan Setiawan, pernah jadi korban pemecatan di Persija.

Iwan mengaku kesulitan mendongkrak posisi Persija ke jajaran papan atas karena tak dibekali dana memadai untuk berbelanja pemain bintang. Skuat Tim Oranye dihuni pemain-pemain muda plus nama-nama tenar kualitas semenjana.

Sosok pelatih sarat pengalaman, Benny Dollo, didapuk menggantikan Iwan. Ia sukses meloloskan Persija dari lubang jarum zona  degradasi. Arsitek asal Manado tersebut dipuji setinggi langit. Namun ironisnya pada musim 2004, karier Bendol berujung tragis. Kontraknya tidak diperpanjang oleh manajemen karena Persija gagal lolos ke babak 8 besar Indonesia Super League.

Muncul sebagai pengganti figur Rahmad Darmawan, yang notabene saat aktif jadi pemain didikan klub internal Persija. Ironisnya di saat RD masuk, mencuat konflik PSSI-Kemenpora. Kompetisi ISL mati suri. Kasus-kasus tunggakan gaji pemain di Persija mencuat ke permukaan.

Saat Persija berlaga di Piala Presiden 2015, RD hanya bisa mengandalkan skuat minimalis, karena bintang-bintang kelas satu Persija memilih pergi dari tim. Klub gagal berprestasi, tertahan di fase penyisihan. Rahmad Darmawan memilih menerima pinangan klub Malaysia, T-Team, karena merasa tidak nyaman dengan posisi internal Persija.

Manajemen memunculkan sosok Bambang Nurdiansyah sebagai pengganti. Saat tampil di Piala Jenderal Sudirman, Banur sukses mengantar Persija ke babak 8 besar dengan komposisi skuat alakadarnya. Akan tetapi, hal itu tetap dianggap sebagai sebuah kegagalan. Kontraknya diputus pasca turnamen. 

Persija kini mengontrak pelatih asal Brasil, Paulo Camargo. Mantan nakhoda Sao Paulo Junior tersebut diikat semusim. Ia dituntut mempersembahkan gelar juara  TSC 2016. Sebuah tugas yang teramat berat, mengingat skuat Tim Macan Kemayoran dihuni banyak pemain belia minim pengalaman.

2 dari 4 halaman

Persib Bandung

Sebanyak 23 pelatih silih berganti menangani Persib Bandungsejak Liga Indonesia edisi perdana 1995-1996. Angka yang terhitung tinggi, menegaskan kalau kursi pelatih di Maung Bandung selalu panas.

Bukan cerita aneh lagi kalau dalam satu musim Persib bisa memakai jasa dua hingga tiga pelatih. Manajemen Persib tipikal tangan besi ke para pelatih yang mereka pekerjaan. Hal itu dipengaruhi tuntutan tinggi bobotoh yang selalu ingin tim kesayanganya juara kompetisi kasta elite.Hal yang wajar mengingat Tim Maung Bandung selalu dibekali dana APBD berlimpah.

Saat PT Persib Bandung Bermartabat mengambil alih pengelolaan klub, Tim Pangeran Biru jadi klub kaya raya yang doyan belanja pemain bintang. Ironisnya sejak jadi juara Liga Indonesia musim 1995-1996, keberuntungan seperti menjauh.

Tanpa ampun, para pelatih jadi kambing hitam tumpuan kesalahan atas kegagalan Persib.Ambil contoh pada musim 2003, tercatat Persib melakukan tiga kali pergantian arsitek dalam semusim. Persib mengawali musim dengan dilatih Marek Andrzej Sledzianowski asal Polandia.

Musim tersebut kali pertama klub menggunakan jasa pelatih asing.Revolusi besar-besaran yang cenderung spekulatif dilakukan pengurus Persib pada LI 2003. Setelah delapan musim selalu mengandalkan pelatih dan pemain lokal, pengurus Persib berjudi merekrut pelatih dan pemain asing.

Dejan Antonic, dibayangi kutukan pelatih asing tak pernah bisa mempersembahkan gelar juara buat Persib. (Bola.com/Peksi Cahyo)

Terinspirasi kesuksesan pelatih asal Polandia, Marek Janota, yang melahirkan banyak bintang Persib di awal dekade 1980-an, pada musim tersebut, pengurus menunjuk Marek Andrejz Sledzianowski. Sang mentor membawa gerbong kuartet pemain asing asal Polandia, Mariusz Mucharski, Pawel Bocian, Piotr Orlinski, dan Maciej Dolega.

Hanya, ternyata langkah Marek tertatih-tatih. Keberaniannya menjadikan pemain muda minim pengalaman jadi poros kekuatan tim membuat performa Persib tak stabil di awal musim. Persib tidak pernah menang di 12 pertandingan awal kompetisi.

Ia tanpa ampun dipecat, digantikan duet Bambang Sukowiyono dan Iwan Sunarya, yang semula berstatus sebagai asisten pelatih. Hanya sampai putaran pertama LI 2003 tuntas duo lokal dilengserkan. Mereka diganti pelatih Cile, Juan Antonio Paez.

Paez mendatangkan empat pemain asing asal negaranya: Alejandro Tobar, Rodrigo Lemunao (kemudian dicoret lagi), Rodrigo Alejandro Sanhueza, dan Claudio Lizama.

Kehadiran sang pelatih tak berefek. Persib tertahan di zona bawah (peringkat 16 dari 20 tim kontestan). Untuk bertahan di kompetisi kasta tertinggi mereka harus melakoni play-off.

Persib lolos dari degradasi setelah mencatat kemenangan 1-0 atas Persela Lamongan dan PSIM Yogyakarta serta bermain 4-4 dengan Perseden Denpasar.

Walau prestasinya tak istimewa, kontrak Juan Antonio Paez diperpanjang. Ia akhirnya memilih mundur di pengujung musim 2004, setelah berkonflik dengan sejumlah pengurus Persib.

Pada LI musim 2006 situasi hampir sama terjadi. Kali ini korban kekejaman manajemen Persib, Risnandar Soendoro. Baru memimpin tim di dua laga ia langsung dilengserkan digantikan Djadjang Nurdjaman dan Dedi Sutendi (caretaker). Belakangan keduanya digantikan pelatih asal Moldova, Arcan Iurie Anatolievichi, yang musim sebelumnya juga bernasib naas dipecat Persija.

Ngenesnya Iurie juga jadi korban pemecatan di saat kompetisi Liga Indonesia 2007-2008 berjalan. Ia digantikan Djadjang Nurdjaman.

Persib juga melakukan gonta-ganti pelatih sampai tiga kali pada musim 2010-2011. Dalam semusim penggawa Persib dilatih Daniel Darko Jankovic, Jovo Cuckovic, Daniel Roekito.

Figur Djadjang Nurdjaman salah satu figur pelatih yang beruntung. Hanya bisa mendudukkan Persib di posisi empat besar Indonesia Super League 2013, Djanur tak lantas diminta mundur. PT Persib Bandung Bermartabat mau bersabar karena melihat sosok Djanur yang berstatus legenda Persib punya potensi mengakhiri dahaga gelar juara jika diberi waktu lebih panjang.

Benar saja, Djanur sukses mengantarkan Persib juara ISL 2014, untuk kemudian diikuti sukses juara Piala Presiden 2015. Sebagai bentuk ucapan terima kasih, sosok pelatih yang jadi bagian generasi emas Persib awal 1990-an itu dikirim ke klub Italia, Internazionale Milan, untuk menuntut ilmu kepelatihan selama setahun. Posisinya digantikan mentor asal Serbia, Dejan Antonic.

Tekanan tinggi mengarah ke Dejan Antonic, mengingat catatan sejarah menunjukkan belum ada pelatih asing yang sukses mempersembahkan trofi juara di era Liga Indonesia. Menghadapi Indonesia Super Championship 2016, akankah mantan arsitek Persipasi Bandung Raya (PBR) bernasib sama dengan para pendahulunya, atau justru bisa mengikuti jejak sukses Djadjang Nurdjaman?

3 dari 4 halaman

Persiba Balikpapan

Catatan sejarah menunjukkan kalau Persiba Balikpapan tidak pernah menorehkan prestasi juara di pentas kasta elite, baik di era perserikatan atau Liga Indonesia.

Setelah lama berkecimpung di kompetisi level bawah, Tim Beruang Madu yang berdiri pada tahun 1950 baru kembali  merasakan atmosfer persaingan kompetisi tertinggi pada musim 2008.  Pencapaian tertinggi Persiba di kompetisi Indonesia Super League adalah dengan menempati posisi tiga besar pada musim 2009-2010.

Walau terhitung klub semenjana, spesialis menempati posisi papan tengah, klub yang satu ini dikenal memiliki manajemen yang kejam dalam mengevaluasi pelatih. Sejumlah pelatih yang pernah menukangi Persiba buka kartu kalau mereka tidak pernah tenang menukangi tim. Manajemen  amat kritis menilai kinerja mereka dari satu pertandingan ke  pertandingan lain.

Pelatih asal Inggris, Peter Butler, mengalami nasib naas di kompetisi musim 2008-2009. Ia dicopot paksa manajemen saat kompetisi berjalan. Saat itu prestasi Tim Beruang Madu berada di jajaran aman papan tengah.

Peter diberhentikan kabarnya karena sering berselisih paham dengan manajer tim, Eddy Sunardi. Karena merasa diperlakukan semena-mena, ia sempat mengancam akan mengadukan Persiba ke FIFA. Namun, Ketua Umum Persiba, Syahril Taher, cuek dengan ancaman itu, dan tetap bersikukuh kalau sang pelatih gagal menyajikan prestasi.

Pelatih lokal Junaidi secara mendadak mengundurkan diri menjelang berakhirnya putaran pertama ISL 2010-2011. Ia diisukan tidak merasa betah dengan tekanan besar yang diberikan petinggi klub.

Eduard Tjong, selepas dipecat Persiba kini melatih PS TNI. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Nasib tragis dialami Hans-Peter Schaller pada musim 2012. Belum sempat memimpin tim di pentas kompetisi Indonesia Super League, pelatih asal Austria itu diberhentikan paksa karena gagal mengantar Persiba menembus babak 6 besar turnamen pramusim Inter Island Cup.

Uniknya untuk mengantikannya, Persiba mendatangkan Peter Butler. Hanya belum sempat bertugas, ia menghilang dari Balikpapan. Rumor berhembus pilihannya untuk pergi karena status kompetisi ISL saat itu ilegal berada di luar naungan kepengurusan PSSI Djohar Arifin. Akhirnya manajemen Persiba menunjuk sosok Herry Kiswanto.

Selanjutnya yang merasakan kekejaman Persiba adalah figur Jaya Hartono pada ISL 2014. Ia diberhentikan secara paksa pada saat putaran pertama kompetisi baru berjalan setengah jalan.

Yang terkini Eduard Tjong jadi korban tangan besi manajemen Persiba. Pelatih yang dikontrak Persiram Raja Ampat di ISL 2015 (yang akhirnya macet pelaksanaan karena konflik PSSI-Kemenpora) memulai tugas di ajang Piala Presiden 2015.

Walau gagal total di turnamen itu, posisi pelatih asal Solo itu masih aman. Namun begitu Tim Beruang Madu gagal total di ajang Piala Gubernur Kaltim 2016, Edu tanpa ampun langsung diberhentikan. Posisi pelatih Persiba di TSC 2016, kini diisi oleh Jaino Matos. Eduard Tjong sendiri kini mengarsiteki PS TNI.

4 dari 4 halaman

Pusamania Borneo FC

Pusamania Borneo FC merupakan klub baru. Mereka baru promosi ke kompetisi kasta elite 2015, dengan berstatus sebagai juara Divisi Utama 2014.

Klub ini dimiliki pengusaha muda gila bola asal Samarinda, Nabil Husein. Ia amat royal mengeluarkan duit untuk membangun skuat tim bertabur bintang. Nabil ingin klubnya cepat melesat menjadi salah satu klub elite di persaingan atas kompetisi Tanah Air.

Jangan heran, dengan begitu besarnya investasi yang dikeluarkan ke Borneo FC, Nabil tak segan-segan bertangan besi ke pelatih yang dinilai tidak memenuhi ekspektasinya. Iwan Setiawan jadi korban pertama kekejaman manajemen Tim Pesut Etam. Sukses mempromosikan Borneo FC ke Indonesia Super League 2015, pelatih asal Aceh itu dicopot dari jabatannya. Alasan yang dipakai karena Iwan gagal mewujudkan target juara kompetisi kasta kedua.

 

Presiden klub Pusamania Borneo FC, Nabil Husein Said Amin (kiri), selalu pasang target tinggi buat pelatih yang dikontrak klubnya. (Bola.com/Romi Syahputra)

 

Iwan mengaku seperti dikhianati, karena ia sempat diajak berdiskusi soal rencana jangka panjang yang melibatkan dirinya menyongsong musim 2015. "Saya tidak merasa gagal karena Pusamania Borneo FC lolos ke ISL 2015. Salah saya apa? Tiba-tiba mendapat kabar kontrak diputus," tutur Iwan berkeluh resah.

Sebagai pengganti dimunculkan sosok Arcan Iurie asal Moldova. Apesnya belum sempat membuktikan kapasitasnya sebagai juru latih ulung, kompetisi ISL mati suri sepanjang 2015. Borneo FC tampil di dua turnamen, Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman. Tetapi, mereka lagi menggunakan jasa Iurie.

Saat di Piala Presiden, Tim Pesut Etam justru kembali mendatangkan Iwan Setiawan. Kembalinya sang mentor sempat memicu kontroversi, karena Iwan sempat melontarkan rasa sakit hati dengan Nabil Husein.

Di Piala Presiden, langkah Pusamania Borneo FC terhenti di fase perempat final. Iwan yang lulusan KNVB Belanda masih dipercaya memegang tim di Piala Jenderal Sudirman. Hanya, secara mengejutkan di babak penyisihan ia mengundurkan diri.

Alasannya ia menepati sumpahnya, mundur mengomandoi tim jika Borneo FC kalah dari tim amatir PS TNI. Iwan Setiawan diganti asistennya Kas Hartadi. Di tangan pelatih asal Solo tersebut klub tersebut sukses menembus semifinal sebelum dikalahkan Semen Padang yang akhirnya jadi runner-up turnamen. Selepas itu Kas Hartadi memutuskan mundur.

Mantan asisten pelatih Surabaya United, Tony Ho, didapuk jadi pelatih kepala klub untuk menghadapi ajang Piala Gubernur Kaltim. Namun, baru beberapa hari bertugas, pelatih berdarah Makassar itu tiba-tiba mengundurkan diri. Ia merasa tidak leluasa menjalankan tugasnya, karena manajemen menujuk Jaino Matos, yang sebelumnya berstatus pelatih fisik. 

Tony kecewa karena manajemen terkesan membiarkan Jaino menjalankan peran yang bukan pekerjaannya. Ia menangkap kesan, keterlibatan pelatih asal Brasil itu di area teknik ada unsur kesengajaan, yakni menyingkirkannya pelan-pelan.

Nabil Husein dengan santai mempersilakan Tony pergi. Alasan sang presiden klub, ia tidak mau memaksa seseorang bekerja jika dirinya merasa tidak nyaman.

Terakhir, sosok Iwan Setiawan dipaksa lengser di fase penyisihan Torabika Bhayangkara Cup. Manajemen Tim Pesut Etam merasa terganggu dengan kebiasaan Iwan melontarkan psywar ke tim-tim pesaing. Artinya sudah dua kali pelatih asal Aceh tersebut dipaksa mundur dari jabatannya.

Akankah Dragan Djukanovic bernasib sama dengan para pendahulunya? Tuntutan manajemen Pusamania Borneo FC yang menginginkan klub juara Torabika Soccer Championship 2016 amat berat, mengingat Diego Michiels dkk. dikepung pesaing-pesaing berat macam Persib Bandung, Arema Cronus, Sriwijaya FC, dan Persipura Jayapura.

Video Populer

Foto Populer