Sukses


TGIPF: Proses Jatuhnya Korban Tragedi Kanjuruhan Lebih Mengerikan, Bergandengan hingga Terinjak-Injak

Bola.com, Jakarta - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan menemukan sejumlah fakta baru terhadap proses jatuhnya korban.

Sedikitnya 132 orang tewas dan 580 lainnya luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 sesudah laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya.

"Fakta yang kami temukan, korban yang jatuh, proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi dan media sosial," ujar Ketua TGIPF, Mahfud MD.

"Karena kami merekronstruksi dari 32 CCTV yang dipunyai oleh aparat keamanan. Itu lebih mengerikan dari sekadar disemprot gas air mata lalu meninggal," tuturnya.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Bergandengan

Mahfud MD menceritakan bahwa dari hasil CCTV yang bersumber dari aparat keamanan, korban saling tolong-menolong sebelum tewas karena gas air mata.

"Ada yang saling bergandengan untuk keluar bersama. Satu bisa keluar, yang satu tertinggal. Yang di luar kembali lagi menolong temannya," jelas Mahfud MD.

3 dari 5 halaman

Terinjak-Injak

"Terinjak-injak lalu tewas. Ada juga yang memberikan bantuan pernapasan karena satu di antaranya sudah tidak bisa bernapas," terang Mahfud MD.

"Membantu lalu terkena gas air mata kemudian meninggal. Lebih mengerikan dari yang beredar karena ada CCTV," terang pria yang juga menjabat sebagai Menko Polhukam itu.

4 dari 5 halaman

Gas Air Mata Jadi Penyebab

TGIPF juga sudah mengungkapkan bahwa penyebab utama korban tewas tragedi Kanjuruhan akibat gas air mata yang dilepaskan aparat keamanan.

"Yang meninggal, cacat, dan kritis dipastikan terjadi karena berdesak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan," ucap Mahfud MD.

5 dari 5 halaman

Pemeriksaan Gas Air Mata dan Racunnya

Mahfud MD mengatakan bahwa tingkat berbahaya gas air mata atau racun yang berada dalam gas itu tengan didalami oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Itu penyebabnya. Peringkat berbahaya atau racun pada gas itu sekarang sedang diperiksa oleh BRIN," jelas Mahfud MD.

"Tetapi, apa pun hasil pemeriksaan BRIN, itu tidak bisa mencoreng kesimpulan bahwa kematian massal, terutama disebabkan oleh gas air mata," tuturnya.

Video Populer

Foto Populer